Mengurai Dialektika Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd dalam Konteks Socrates, Plato, dan Aristoteles

Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan Aristoteles
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Di dunia peradaban yang terus berevolusi, pencarian kebenaran selalu menjadi inti dari setiap disiplin ilmu. Dari masa Yunani Kuno, para filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles telah meletakkan dasar-dasar pemikiran yang menekankan pada diskursus kritis dan pencarian kebenaran melalui dialog. Tak hanya itu, warisan pemikiran mereka kemudian menginspirasi peradaban Islam, yang kemudian melahirkan dua tokoh besar: Abu Hamid Muhammad al-Ghazali dan Ibnu Rusyd (Averroes). Kedua pemikir ini, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, berperan penting dalam menyatukan nilai-nilai filsafat Barat dan keimanan Islam melalui dialektika yang mendalam. Artikel ini mengupas secara komprehensif perjalanan intelektual mereka dan bagaimana sintesis pemikiran tersebut relevan dalam konteks modern.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Jadilah seperti bumi: rendah hati namun menopang semua kehidupan.”

Akar Pemikiran Yunani: Socrates, Plato, dan Aristoteles

Socrates: Awal Mula Pencarian Kebenaran

Warisan Abadi Yunani-Romawi: Menelusuri Intisari Filsafat dari Karya Frederick Copleston

Socrates (470–399 SM) adalah pelopor metode tanya jawab atau dialektika, yang mengajarkan pentingnya mempertanyakan segala hal sebagai jalan menuju pengetahuan yang hakiki. Dengan bertanya secara kritis, Socrates mengajak murid-muridnya untuk menelusuri dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan mereka, sehingga tercipta suatu pemikiran yang terbuka dan terus berkembang. Metode Socratic ini menjadi inspirasi utama bagi pemikiran kritis yang kemudian diadopsi oleh para filsuf selanjutnya.

Plato: Membangun Dunia Ide

Mengapa Filsafat Yunani Kuno Relevan di Era Digital dan Kecerdasan Buatan?

Plato, murid Socrates, mengambil warisan gurunya dan mengembangkannya dalam bentuk teori dunia ide. Dalam dialog-dialognya, seperti yang termaktub dalam Republik dan Phaedo, Plato menyelidiki hakikat keadilan, kebaikan, dan kebenaran melalui pembahasan yang mendalam. Menurut Plato, dunia yang kita alami hanyalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi, yakni dunia ide. Konsep ini memberikan kerangka metafisik yang menekankan pada pencarian kebenaran yang tidak semata-mata dapat dijangkau oleh indera.

Aristoteles: Sistematisasi Logika dan Metode Ilmiah

Aristoteles (384–322 SM), murid Plato yang kemudian mengembangkan sistem pemikiran sendiri, dikenal karena penciptaan logika formal dan metodologi ilmiah. Dalam karya-karyanya, seperti Organon dan Metafisika, Aristoteles menyusun sistem deduksi yang sistematis dan komprehensif untuk memahami fenomena alam dan hakikat eksistensi. Metode Aristotelian ini tidak hanya berpengaruh dalam dunia Barat, tetapi juga diadopsi oleh para cendekiawan Islam, yang menerjemahkan dan mengadaptasinya ke dalam kerangka keilmuan mereka.

Data dari Encyclopaedia Britannica dan Encyclopaedia Islam menegaskan bahwa warisan pemikiran ketiga filsuf ini telah membentuk dasar bagi tradisi dialektika yang menekankan pentingnya dialog kritis dan pencarian kebenaran secara mendalam.

Transformasi Pemikiran di Dunia Islam

Halaman Selanjutnya
img_title