Dialog Kontroversial Antara Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali dalam Menerjemahkan Pemikiran Aristoteles ke dalam Teologi Islam
- Image Creator Grok/Handoko
Karya-karya Aristoteles telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sejak abad ke-8 M dan menjadi rujukan utama para cendekiawan Islam. Filsafat Aristoteles yang menekankan logika, etika, dan metafisika diadaptasi oleh para pemikir seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd untuk mencari pengetahuan yang mendalam tentang alam semesta. Sebagian besar pemikir ini melihat bahwa prinsip-prinsip ilmiah yang diwariskan oleh Aristoteles tidak hanya relevan dalam memahami dunia fisik, tetapi juga dapat digunakan untuk menyelidiki aspek keimanan yang tersembunyi di balik tanda-tanda alam.
Integrasi dengan Teologi Islam
Baik Al-Ghazali maupun Ibnu Rusyd sepakat bahwa wahyu ilahi adalah sumber kebenaran yang tidak dapat diabaikan. Namun, perbedaan mendasar terletak pada cara mereka memanfaatkan akal. Al-Ghazali cenderung menempatkan wahyu sebagai fondasi utama yang harus selalu diprioritaskan, sedangkan Ibnu Rusyd berargumen bahwa akal yang rasional dapat memperdalam pemahaman terhadap wahyu tersebut.
Dalam konteks ini, dialektika antara kedua pendekatan ini menjadi sangat menarik. Meskipun terlihat bertolak belakang, pada akhirnya kedua pendekatan tersebut saling melengkapi. Dengan demikian, integrasi antara filsafat Aristoteles dan teologi Islam menjadi sebuah model sintesis pemikiran yang mengajarkan bahwa kebenaran tidak semata-mata dapat dicapai dengan salah satu metode saja, melainkan melalui dialog yang harmonis antara akal dan iman.
Relevansi Pemikiran Klasik untuk Era Modern
Tantangan Zaman Globalisasi dan Kemajuan Teknologi
Di era modern ini, umat manusia dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks—mulai dari konflik ideologi, krisis identitas budaya, hingga pergeseran nilai sosial akibat globalisasi. Dalam situasi seperti ini, pendekatan yang hanya mengutamakan salah satu sisi, baik rasional maupun keimanan, seringkali tidak mampu memberikan solusi yang menyeluruh.
Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, yang mengajarkan integrasi antara akal dan iman, kembali relevan untuk memberikan kerangka berpikir holistik. Data dari penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Islamic Studies menunjukkan bahwa pendekatan interdisipliner dalam pendidikan mampu meningkatkan kemampuan analitis dan kreatif mahasiswa. Ini membuktikan bahwa sintesis pemikiran klasik dapat menginspirasi solusi inovatif dalam menghadapi permasalahan global.