Massimo Pigliucci: Filsuf Modern yang Menghidupkan Kembali Stoicisme di Era Digital
- Tangkapan Layar
Dalam berbagai wawancaranya, Pigliucci sering menekankan bahwa Stoicisme bukan tentang menekan emosi atau menjadi "dingin" terhadap dunia. Justru sebaliknya, Stoicisme mengajarkan kita untuk memahami emosi kita dengan lebih baik dan meresponsnya secara bijaksana. Misalnya, ketika menghadapi situasi sulit di tempat kerja atau hubungan pribadi yang menantang, alih-alih bereaksi secara impulsif, Stoicisme mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, merenung, dan bertindak dengan penuh kesadaran.
Menyebarkan Filosofi melalui Platform Digital
Selain menulis buku, Pigliucci juga aktif berbicara di berbagai konferensi dan seminar internasional. Ia memiliki blog dan podcast yang membahas filosofi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan platform digital, ia berhasil menjangkau audiens yang lebih luas, dari mahasiswa hingga para profesional yang mencari makna hidup di tengah kesibukan mereka. Kehadirannya di dunia maya menjadi bukti bahwa filosofi kuno bisa hidup berdampingan dengan teknologi modern.
Dikotomi Kendali: Kunci Ketahanan Mental
Salah satu ajaran Stoic yang sering diangkat Pigliucci adalah konsep dichotomy of control atau dikotomi kendali. Prinsip ini mengajarkan kita untuk membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, memahami konsep ini bisa menjadi kunci untuk menjaga ketenangan batin. Daripada terjebak dalam kecemasan tentang hal-hal yang tidak bisa kita ubah, kita bisa fokus pada tindakan yang berada dalam kendali kita.
Kritik terhadap Pemahaman Modern tentang Stoicisme
Namun, Pigliucci tidak hanya berhenti pada filsafat klasik. Ia juga mengkritisi bagaimana Stoicisme sering disalahpahami atau disalahgunakan dalam konteks modern. Misalnya, ada kecenderungan di beberapa kalangan untuk menggunakan Stoicisme sebagai alasan untuk mengabaikan emosi atau menjadi tidak peduli terhadap ketidakadilan sosial. Pigliucci menegaskan bahwa filosofi ini justru mengajarkan empati, tanggung jawab, dan keberanian untuk menghadapi ketidakadilan dengan cara yang bijaksana.