Studi Epigenetik Menemukan, Sel Sperma Membawa Jejak Stres Masa Kanak-kanak
- pixabay
Para ayah, yang sebagian besar berusia akhir 30-an hingga awal 40-an, direkrut melalui FinnBrain Birth Cohort, sebuah studi Universitas Turku yang melibatkan lebih dari 4.000 keluarga yang mengamati faktor lingkungan dan genetik yang mungkin memengaruhi perkembangan anak.
Untuk mengukur stres masa kecil peserta, tim menggunakan Skala Trauma dan Distres (TADS), kuesioner yang dibuat untuk menanyakan orang-orang tentang ingatan mereka tentang pengabaian emosional atau fisik, serta pelecehan emosional, fisik atau seksual. Skor TADS ini kemudian dikategorikan sebagai rendah (0 hingga 10), yang berarti mereka mengingat relatif sedikit pemicu stres masa kecil, atau tinggi (lebih dari 39), yang berarti mereka mengingat banyak peristiwa traumatis.
Analisis tersebut mengungkap bahwa sperma pria yang memiliki skor tinggi memiliki profil epigenetik yang berbeda dibandingkan dengan sperma pria yang melaporkan lebih sedikit trauma. Pola ini tetap ada bahkan setelah para peneliti memeriksa apakah perbedaan tersebut dapat dikaitkan dengan faktor lain, seperti perilaku minum atau merokok, yang juga diketahui memengaruhi epigenom.
Telah dilaporkan dalam penelitian sebelumnya para peneliti menemukan bahwa satu molekul RNA noncoding kecil yang spesifik diekspresikan secara berbeda pada mereka yang mengalami stres tinggi saat masih anak-anak. Molekul ini, yang dikenal sebagai hsa-mir-34c-5p, menarik perhatian mereka karena sebelumnya telah terbukti mengubah perkembangan otak tikus di awal perkembangan.
Para peneliti juga mencatat profil metilasi DNA yang berbeda di sekitar dua gen, yang disebut CRTC1 dan GBX2. Hal ini menimbulkan kecurigaan di antara tim, karena gen-gen ini juga telah terlibat dalam perkembangan otak dini dalam penelitian lain, yang sebagian besar dilakukan pada hewan.
Secara keseluruhan, temuan-temuan ini mengisyaratkan bahwa perubahan-perubahan epigenetik ini dapat mengubah perkembangan awal, asalkan perubahan-perubahan tersebut diturunkan dari orang tua ke keturunannya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa bidang penelitian ini masih dalam tahap awal. Melihat perubahan epigenetik pada sperma tidak serta merta perubahan ini diturunkan kepada anak-anak. Bahkan, para peneliti bekerja sangat keras untuk menjawab pertanyaan itu.