Mengapa Kaum Sofis Menolak Kebenaran Absolut? Pelajaran untuk Masa Kini

Perdebatan Kaum Sofis dan Socrates
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Kaum Sofis, salah satu kelompok filsuf Yunani kuno yang paling kontroversial, terkenal karena pendekatan mereka terhadap pengetahuan dan kebenaran. Berbeda dengan Socrates, Plato, atau Aristoteles yang mencari kebenaran universal, kaum Sofis percaya bahwa kebenaran bersifat relatif dan bergantung pada sudut pandang individu. Pemikiran ini tidak hanya menuai kritik di masa itu tetapi juga menjadi inspirasi untuk memahami dinamika sosial dan intelektual di era modern, terutama dalam konteks pluralisme dan kebebasan berpikir.

Mengejutkan! Socrates Mengajarkan bahwa Ketidaktahuan Adalah Awal dari Kebijaksanaan Sejati

Dalam dunia yang semakin kompleks seperti saat ini, di mana perbedaan pandangan dan kepentingan sering kali menjadi sumber konflik, pendekatan kaum Sofis terhadap kebenaran menawarkan pelajaran penting. Mengapa mereka menolak gagasan kebenaran absolut? Dan apa yang dapat kita pelajari dari filosofi mereka untuk menghadapi tantangan masa kini?

Kaum Sofis dan Penolakan terhadap Kebenaran Absolut

40 Kutipan Mencengangkan Socrates yang Mengungkap Kunci Kebahagiaan Sejati dan Hidup Bijak

Kaum Sofis muncul pada abad ke-5 SM di Yunani, sebuah masa di mana demokrasi Athena mulai berkembang. Mereka adalah guru yang mengajarkan retorika, seni persuasi, dan keterampilan berpikir kritis kepada warga negara, terutama kaum elite. Salah satu tokoh paling terkenal dari kaum Sofis adalah Protagoras, yang dikenal dengan pernyataannya, “Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.”

Pernyataan ini mencerminkan pandangan bahwa kebenaran tidaklah universal, melainkan tergantung pada persepsi individu. Sebagai contoh, sesuatu yang dianggap benar oleh satu orang mungkin tidak relevan bagi orang lain, karena pengalaman, budaya, dan latar belakang setiap individu berbeda-beda.

Peringatan dari Ilmuwan: Jangan berikan anak Anda Smartphone sebelum Usia 13 Tahun!

Selain itu, kaum Sofis percaya bahwa kebenaran absolut sering kali menjadi alat bagi penguasa atau kelompok tertentu untuk memaksakan kehendaknya. Dalam pandangan mereka, mempertanyakan otoritas dan kebenaran absolut adalah langkah penting untuk memastikan kebebasan berpikir dan keadilan.

Kritik terhadap Kaum Sofis

Pandangan kaum Sofis tidak lepas dari kritik, terutama dari Socrates dan muridnya, Plato. Socrates menilai bahwa kaum Sofis lebih peduli pada kemenangan dalam debat daripada mencari kebenaran sejati. Ia menuduh mereka menggunakan retorika sebagai alat manipulasi, bukan sebagai sarana untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.

Plato, dalam dialog-dialognya, bahkan menggambarkan kaum Sofis sebagai pengajar yang menjual kebijaksanaan demi keuntungan materi. Dalam dialog Gorgias, misalnya, Plato mengkritik bagaimana kaum Sofis menggunakan retorika untuk membujuk audiens tanpa memedulikan keadilan atau moralitas.

Namun, terlepas dari kritik tersebut, pendekatan kaum Sofis terhadap kebenaran telah memberikan kontribusi penting bagi perkembangan filsafat, terutama dalam hal pluralisme dan relativisme.

Relevansi Pemikiran Kaum Sofis di Masa Kini

Di era modern, gagasan bahwa kebenaran bersifat relatif semakin relevan, terutama dengan adanya globalisasi, internet, dan media sosial. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pandangan kaum Sofis tetap penting:

1.     Pluralisme dan Keberagaman
Dunia saat ini dipenuhi oleh berbagai pandangan, agama, budaya, dan ideologi. Dalam konteks ini, gagasan bahwa kebenaran bersifat subjektif membantu menciptakan toleransi dan saling pengertian. Sebagai contoh, dalam isu-isu global seperti perubahan iklim atau hak asasi manusia, berbagai perspektif perlu dipertimbangkan untuk mencapai solusi yang adil.

2.     Media Sosial dan Kebenaran Subjektif
Media sosial telah menjadi platform di mana setiap orang dapat menyampaikan pendapatnya. Namun, hal ini juga menciptakan fenomena filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang sesuai dengan pandangan mereka. Ini mencerminkan pandangan kaum Sofis bahwa kebenaran sering kali dibentuk oleh konteks sosial dan pengalaman individu.

3.     Kritik terhadap Otoritas
Dalam politik dan pemerintahan, penolakan terhadap kebenaran absolut menjadi alat penting untuk mempertanyakan kebijakan yang tidak adil atau otoriter. Demonstrasi global terhadap perubahan iklim, ketidaksetaraan, dan hak asasi manusia menunjukkan bagaimana masyarakat modern menerapkan prinsip-prinsip kaum Sofis untuk menuntut perubahan.

Tantangan Kebenaran Relatif

Meski memiliki manfaat, gagasan bahwa kebenaran bersifat relatif juga membawa tantangan, terutama dalam hal etika dan moralitas. Tanpa kebenaran universal, bagaimana kita menentukan apa yang benar dan salah? Apakah relativisme dapat digunakan untuk membenarkan tindakan yang tidak bermoral?

Sebagai contoh, penyebaran informasi palsu atau hoaks sering kali menggunakan prinsip relativisme untuk memengaruhi opini publik. Menurut laporan We Are Social (2024), lebih dari 70% pengguna internet di Indonesia mengaku pernah terpapar informasi palsu di media sosial. Hal ini menunjukkan perlunya literasi digital untuk membantu masyarakat membedakan antara fakta dan opini.

Pelajaran untuk Masa Kini

Pandangan kaum Sofis tentang kebenaran mengajarkan kita beberapa pelajaran penting:

1.     Kritisisme sebagai Kunci
Penting untuk selalu mempertanyakan otoritas dan kebenaran yang dianggap mutlak. Dalam dunia yang dipenuhi dengan informasi, sikap kritis membantu kita memahami berbagai perspektif tanpa terjebak pada manipulasi.

2.     Empati dalam Perbedaan
Memahami bahwa kebenaran bersifat subjektif membantu kita menerima perbedaan dan menghargai perspektif orang lain. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan damai.

3.     Pentingnya Literasi Digital
Di era informasi, kemampuan untuk menganalisis dan memverifikasi informasi menjadi keterampilan yang sangat penting. Literasi digital membantu kita menghadapi tantangan relativisme kebenaran di dunia maya.

Kaum Sofis menolak kebenaran absolut bukan karena mereka tidak peduli pada kebenaran, tetapi karena mereka memahami kompleksitas realitas manusia. Filosofi mereka, meski kontroversial, menawarkan perspektif yang relevan untuk menghadapi tantangan dunia modern. Dengan memadukan prinsip-prinsip kaum Sofis dengan pendekatan etis, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih kritis, inklusif, dan bijaksana.