Mengapa Filsafat Aristoteles Menjadi Fondasi Filsafat Islam?
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, filsafat Yunani memainkan peran signifikan, terutama filsafat Aristoteles yang menjadi salah satu fondasi utama bagi para filsuf Muslim. Aristoteles, dengan konsep-konsep logika, metafisika, etika, dan penjelasannya tentang alam, berhasil menarik perhatian pemikir Muslim yang kemudian menafsirkan dan mengembangkan gagasan-gagasannya agar selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd adalah dua filsuf besar yang secara khusus berkontribusi dalam memformulasi dan menafsirkan kembali ajaran Aristoteles.
Aristoteles: Sang Filsuf Yunani dengan Pengaruh Lintas Peradaban
Aristoteles (384-322 SM) adalah murid dari Plato dan guru bagi Alexander Agung. Ia dikenal dengan karya-karya yang luas, meliputi logika, etika, metafisika, ilmu alam, hingga politik. Filsafatnya mengedepankan pentingnya akal sebagai alat untuk memahami dunia dan realitas, yang kemudian diadopsi sebagai dasar dalam memahami kehidupan dan tujuan manusia.
Ketika filsafat Yunani mulai diperkenalkan ke dunia Islam melalui terjemahan-terjemahan karya Aristoteles, para pemikir Muslim menyadari bahwa pandangan-pandangan filsafat Yunani dapat digunakan untuk memperkaya pemahaman keagamaan dan rasionalitas dalam Islam. Banyak dari karya-karya ini diterjemahkan di Baitul Hikmah di Baghdad, pusat intelektual dunia Islam pada masa itu.
Al-Ghazali: Kritik dan Pembelaan Terhadap Filsafat
Abu Hamid Al-Ghazali, yang sering disebut sebagai “Hujjatul Islam” atau “Pembela Islam,” adalah salah satu pemikir Muslim yang paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Al-Ghazali menulis berbagai karya yang menekankan pentingnya keimanan di samping akal. Dalam karyanya yang terkenal, Tahafut al-Falasifah (Keruntuhan Para Filsuf), Al-Ghazali mengkritik beberapa aspek filsafat Yunani, termasuk pemikiran Aristoteles, yang dianggapnya bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Menurut Al-Ghazali, filsafat Aristoteles menyajikan beberapa pandangan yang dapat mengaburkan keyakinan keagamaan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan asal mula alam semesta dan kehidupan setelah kematian. Namun, meskipun ia mengkritik para filsuf, Al-Ghazali tidak menolak filsafat secara keseluruhan. Sebaliknya, ia mendorong penerapan logika dalam memahami Islam dengan batasan tertentu agar tetap sesuai dengan ajaran Islam. Al-Ghazali mengakui bahwa akal sangat penting, tetapi menurutnya, akal harus tunduk pada wahyu sebagai sumber kebenaran utama.