Dari Socrates ke Aristoteles, dari Tahafut al-Falasifa ke Tahafut al-Tahafut: Dialektika Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Peradaban intelektual manusia tidak pernah berhenti berevolusi. Dari diskursus awal yang dipicu oleh para filsuf Yunani—Socrates, Plato, dan Aristoteles—hingga pemikiran mendalam yang kemudian berkembang dalam tradisi Islam, perjalanan mencari kebenaran telah menghasilkan dialog yang kaya dan dinamis. Di tengah arus tersebut, dua tokoh besar, Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, menorehkan prestasi luar biasa melalui karya mereka Tahafut al-Falasifa dan Tahafut al-Tahafut. Artikel ini akan mengupas perjalanan dialektika pemikiran mereka, mengaitkannya dengan warisan pemikiran Socrates, Plato, dan Aristoteles, serta menggali bagaimana konflik dan harmoni dalam pemikiran mereka membuka jalan menuju sintesis antara akal dan iman dalam pencarian kebenaran.
Warisan Pemikiran Yunani: Socrates, Plato, dan Aristoteles
Socrates: Pencari Kebenaran melalui Pertanyaan
Socrates (470–399 SM) dikenal sebagai bapak filsafat Barat yang mengajarkan pentingnya bertanya dan berdialog. Melalui metode tanya jawab, atau yang kini dikenal sebagai metode dialektika, Socrates menantang anggapan umum dan mendorong orang untuk mempertanyakan keyakinan mereka. Pendekatan ini tidak hanya membangkitkan kesadaran kritis, tetapi juga menanamkan nilai kejujuran intelektual dalam pencarian kebenaran.
Plato: Membangun Dunia Ide
Murid Socrates, Plato (427–347 SM), mengembangkan ajaran gurunya dengan menyusun teori dunia ide yang menganggap dunia nyata hanyalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi. Dalam dialog-dialognya, Plato menyelidiki hakikat keadilan, kebaikan, dan kebenaran melalui argumen yang sistematis. Karyanya seperti Republik dan Phaedo memberikan landasan bagi perkembangan teori metafisika dan etika yang kemudian mempengaruhi banyak pemikir di berbagai tradisi.
Aristoteles: Sistematisasi Pengetahuan melalui Logika
Aristoteles (384–322 SM), murid Plato yang kemudian menjadi salah satu filsuf paling berpengaruh, menyusun sistem logika dan metodologi ilmiah yang masih digunakan hingga saat ini. Ia mengkaji berbagai disiplin ilmu, mulai dari etika, politik, hingga metafisika. Metode deduktif dan sistematika penalaran yang diajarkan Aristoteles menjadi fondasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dan karya-karyanya diterjemahkan serta dikaji secara mendalam oleh para cendekiawan di dunia Islam.