Mengapa Filsafat Aristoteles Menjadi Fondasi Filsafat Islam?
- Handoko/Istimewa
Ibnu Rusyd: Mengharmonisasikan Filsafat dan Agama
Berbeda dengan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd (Averroes) adalah salah satu filsuf Muslim yang justru membela filsafat Aristoteles dan berusaha mengharmoniskan antara akal dan agama. Dalam karyanya yang terkenal, Tahafut al-Tahafut (Keruntuhan dari Keruntuhan), Ibnu Rusyd memberikan respon terhadap kritikan Al-Ghazali. Ia percaya bahwa tidak ada pertentangan yang nyata antara filsafat dan agama, melainkan keduanya dapat saling melengkapi.
Ibnu Rusyd melihat akal sebagai sarana penting untuk memahami wahyu dan menjembatani antara ilmu pengetahuan dan teologi. Ia bahkan menekankan bahwa mempelajari ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, adalah kewajiban bagi umat Muslim sebagai bagian dari perintah untuk mencari pengetahuan. Dengan demikian, ia mengembangkan metode penafsiran teks keagamaan yang dikenal sebagai “ta’wil,” di mana makna teks dapat disesuaikan dengan logika dan akal, tanpa merusak esensi ajaran agama.
Warisan Aristoteles dalam Filsafat Islam
Meskipun Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd memiliki pandangan yang berbeda terhadap filsafat Aristoteles, keduanya memberikan kontribusi besar dalam perkembangan filsafat Islam. Al-Ghazali membantu membangun fondasi teologi yang kuat dalam filsafat Islam, sementara Ibnu Rusyd memperkenalkan cara pandang rasional yang memperkuat hubungan antara akal dan wahyu.
Pengaruh Aristoteles dalam pemikiran Islam tidak hanya memperkaya peradaban Islam, tetapi juga membantu menciptakan jembatan pengetahuan antara Timur dan Barat. Hingga hari ini, karya-karya Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd masih dikaji dan menjadi sumber inspirasi dalam memahami hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama.