Bagaimana Stoicisme Bisa Menyelamatkanmu dari FOMO dan YOLO di Era Digital
- Image Creator Bing/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah derasnya arus informasi dan teknologi, banyak orang menghadapi tekanan psikologis seperti FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once). Istilah FOMO sering kali menggambarkan perasaan takut ketinggalan momen penting atau kesempatan berharga, sementara YOLO mempromosikan mentalitas hidup tanpa batasan, memicu dorongan untuk mengambil risiko tanpa perhitungan matang.
Namun, Stoicisme menawarkan jalan keluar dari kedua fenomena ini dengan pendekatan yang sederhana namun mendalam: mengendalikan apa yang bisa dikontrol dan menerima apa yang berada di luar kendali. Marcus Aurelius, salah satu tokoh besar Stoik, menyatakan bahwa kebahagiaan tergantung pada kualitas pikiran kita, bukan pada apa yang terjadi di luar diri kita. Dengan mengikuti ajaran Stoik, kita dapat belajar untuk tidak terlalu terpengaruh oleh tren atau ekspektasi sosial yang datang dari media sosial atau kehidupan modern.
Filosofi Stoik dan FOMO
FOMO sering kali timbul dari rasa cemas atau takut bahwa kita melewatkan pengalaman berharga yang dilakukan orang lain. Media sosial memperkuat perasaan ini dengan menampilkan gambaran kehidupan orang lain yang terlihat sempurna. Ajaran Stoik mengingatkan kita untuk memfokuskan perhatian pada apa yang bisa kita kendalikan, yaitu pikiran dan reaksi kita terhadap situasi. Alih-alih merasa khawatir tentang apa yang tidak kita miliki atau tidak kita lakukan, Stoikisme mengajarkan kita untuk bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang.
Salah satu prinsip kunci Stoik adalah amor fati, yaitu menerima takdir dengan sepenuh hati. Prinsip ini membantu kita melepaskan diri dari dorongan untuk terus membandingkan hidup kita dengan orang lain. FOMO, yang sering kali dipicu oleh komparasi sosial, dapat diatasi dengan menerima kenyataan bahwa kita tidak bisa mengendalikan segala aspek hidup, terutama bagaimana kehidupan orang lain berjalan.
Stoikisme dan YOLO
Sementara YOLO mempromosikan gaya hidup impulsif dan memaksimalkan setiap momen tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, Stoikisme menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Filosofi ini mengajarkan bahwa hidup yang baik bukan berarti mengejar kesenangan tanpa batas, melainkan hidup dengan kebijaksanaan, keberanian, dan kendali diri.
Seneca, salah satu filsuf Stoik, mengatakan bahwa hidup yang bermakna bukanlah hidup yang dipenuhi dengan pencapaian eksternal, tetapi hidup yang selaras dengan nilai-nilai internal yang kita pegang. Ini memberikan kontras langsung dengan filosofi YOLO yang mendorong kita untuk meraih pengalaman eksternal tanpa perhitungan.
Dengan mengadopsi Stoikisme, kita dapat belajar untuk lebih bijak dalam mengambil risiko, tidak hanya demi sensasi sesaat, tetapi untuk mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam dan tahan lama.
Relevansi Stoikisme di Era Digital
Di era digital saat ini, di mana gangguan dan distraksi mudah ditemukan di setiap sudut, Stoikisme menawarkan panduan untuk tetap fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Alih-alih membuang waktu berharga untuk mengejar popularitas atau validasi eksternal, ajaran Stoik membantu kita menemukan kedamaian dalam diri dan menjaga ketenangan batin.
Pada akhirnya, Stoikisme memberi kita alat untuk menghindari jebakan FOMO dan YOLO yang sering kali membawa tekanan mental di era digital. Dengan fokus pada kontrol diri, kebijaksanaan, dan penerimaan atas apa yang tidak bisa kita ubah, Stoikisme menjadi pelindung yang kuat dari stres yang ditimbulkan oleh kehidupan modern.