JOMO: Tren Wisata yang Mengubah Cara Kita Menikmati Kehidupan ala Stoicisme dan Etnaprana
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh dengan tuntutan dan tekanan, sebuah tren baru dalam dunia wisata mulai menarik perhatian banyak orang: JOMO (Joy of Missing Out). Berbeda dengan FOMO (Fear of Missing Out) yang lebih populer sebelumnya, JOMO adalah konsep yang mengajak orang untuk menikmati kedamaian dan ketenangan dengan memilih untuk "melepaskan" diri dari keramaian, gadget, dan rutinitas sosial yang melelahkan. Tren ini tidak hanya menggambarkan gaya hidup yang lebih santai, tetapi juga terhubung dengan konsep-konsep filsafat kuno seperti stoicisme serta kearifan lokal Indonesia melalui wellness etnaparana, yang menawarkan cara-cara baru dalam menemukan ketenangan batin dan fisik.
Apa itu JOMO dan Mengapa Menjadi Tren Wisata?
JOMO atau "Joy of Missing Out" adalah filosofi kebalikan dari FOMO, yang berakar pada keinginan untuk "mengikuti semua hal" atau khawatir tertinggal dari informasi atau tren sosial. JOMO merayakan ketenangan, kesendirian yang penuh makna, dan melepaskan diri dari tekanan sosial dan teknologi yang sering kali membuat kita merasa tertekan dan lelah. Wisatawan yang mengadopsi konsep ini lebih memilih untuk menghabiskan waktu di tempat yang tenang, tanpa gangguan digital, dan menikmati momen bersama diri sendiri atau keluarga dalam suasana yang damai.
Kehadiran JOMO sebagai tren wisata mencerminkan kebutuhan untuk melarikan diri dari kehidupan yang serba cepat dan penuh dengan tekanan. Wisata JOMO mengajak orang untuk menikmati waktu tanpa harus terus terhubung dengan dunia luar, terutama dengan media sosial dan pekerjaan yang sering kali mengalihkan fokus kita dari kedamaian internal. Hal ini sangat berbeda dengan tren wisata yang lebih berorientasi pada eksplorasi dan interaksi sosial, yang sering kali melibatkan keramaian dan aktivitas yang intens.
Koneksi JOMO dengan Filsafat Stoicisme
Stoicisme, sebuah filsafat kuno yang berasal dari Yunani kuno dan dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus, mengajarkan tentang bagaimana seseorang dapat mencapai ketenangan batin dengan menerima kenyataan hidup, mengontrol reaksi terhadap peristiwa eksternal, dan berfokus pada pengembangan karakter serta kebijaksanaan pribadi. Dalam stoicisme, kedamaian batin tercapai dengan menjalani kehidupan yang penuh rasa syukur dan penerimaan, serta menghindari keinginan yang berlebihan yang hanya akan menambah penderitaan.
Pada dasarnya, stoicisme mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah hasil dari pencapaian materi atau status sosial, melainkan berasal dari dalam diri kita sendiri—dari kemampuan untuk mengendalikan pikiran, emosi, dan reaksi terhadap dunia luar. Konsep ini sangat relevan dengan JOMO, di mana para wisatawan mencari kebahagiaan dalam ketenangan dan kedamaian, bukan dalam kesibukan atau keramaian. Mengambil waktu untuk menikmati kesendirian, jauh dari gangguan dunia luar, adalah salah satu cara untuk berlatih prinsip-prinsip stoicisme.