Mengapa Amerika Serikat Menjadi Target Utama Hacker Internasional

Hacker (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Dalam era digital yang semakin maju, serangan siber telah menjadi ancaman besar bagi negara-negara di seluruh dunia. Amerika Serikat (AS) muncul sebagai target utama bagi para hacker internasional, terutama karena peran penting negara ini dalam ekonomi global dan inovasi teknologi. Data dari FBI Internet Crime Complaint Center (IC3) mencatat lebih dari 800.000 insiden cyber yang dilaporkan di AS selama tahun 2021, dengan kerugian finansial yang mencapai $6,9 miliar. Mengapa AS menjadi sasaran utama? Berikut ulasan tentang beberapa faktor utama yang menyebabkan serangan siber semakin sering menargetkan negara adidaya ini.

Serangan Siber Besar-Besaran Ancam Infrastruktur Telekomunikasi AS, Diduga oleh Salt Typhoon China

1. Ekonomi dan Infrastruktur Digital yang Kuat

Sebagai pusat ekonomi terbesar di dunia, AS memiliki banyak infrastruktur digital yang mengendalikan beragam sektor seperti keuangan, kesehatan, energi, dan militer. Infrastruktur ini menawarkan nilai strategis yang tinggi bagi para pelaku serangan siber yang bertujuan merusak atau mencuri data sensitif. Bank Sentral AS, perusahaan teknologi besar seperti Apple dan Microsoft, hingga lembaga pemerintahan seperti Departemen Pertahanan AS menjadi target dengan data bernilai triliunan dolar.

Trump Umumkan Elon Musk dan Vivek Ramaswamy Pimpin 'Proyek Manhattan' Baru untuk Reformasi Birokrasi

Menurut sebuah laporan dari SonicWall, AS mengalami lebih dari 36% dari semua serangan ransomware global pada tahun 2021. Sebagai pusat dari banyak inovasi teknologi, jaringan AS menjadi target ideal bagi serangan yang bertujuan mencuri intelektual properti, memeras perusahaan, dan mengacaukan infrastruktur publik.

2. Ancaman dari Negara-Negara Musuh

Dunia Menyikapi Hacker dengan Cara Berbeda: Dari Hukuman Berat hingga Penghargaan, Indonesia ?

Negara-negara yang dipandang sebagai ancaman oleh AS, seperti Rusia, China, dan Korea Utara, sering dituduh berada di balik serangan siber besar. Sebagai contoh, serangan SolarWinds pada 2020 yang diperkirakan dilakukan oleh kelompok yang didukung pemerintah Rusia, berhasil mengekspos ribuan sistem komputer pemerintah dan perusahaan di AS, termasuk Departemen Keuangan dan Departemen Perdagangan AS.

Selain itu, China juga sering dikaitkan dengan operasi spionase siber yang menargetkan data sensitif dari sektor militer dan teknologi. Kelompok hacker China yang dikenal dengan nama APT41 telah melakukan beberapa serangan besar-besaran dengan tujuan mencuri informasi dari perusahaan teknologi tinggi di AS.

3. Kemajuan Teknologi dan Adopsi Digital yang Luas

Selain menjadi pusat ekonomi, AS juga memimpin dalam adopsi teknologi baru, seperti cloud computing, Internet of Things (IoT), dan Artificial Intelligence (AI). Teknologi-teknologi ini membuka peluang baru bagi pertumbuhan, tetapi juga menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh para penjahat siber.

Keterkaitan yang tinggi antara berbagai infrastruktur digital di AS juga memperbesar risiko serangan. Misalnya, serangan siber pada Colonial Pipeline di tahun 2021 menyebabkan gangguan besar pada distribusi bahan bakar di Pantai Timur AS, yang berdampak langsung pada ekonomi nasional dan ketahanan energi negara.

4. Kerentanan pada Sistem Keamanan Siber

Meski AS memimpin dalam inovasi keamanan siber, banyak perusahaan kecil dan menengah di negara ini belum memiliki proteksi yang memadai. Ini menjadikan mereka target mudah bagi para hacker, terutama dalam serangan ransomware. Menurut survei yang dilakukan oleh Cybersecurity Ventures, diperkirakan akan ada satu serangan ransomware setiap 11 detik di seluruh dunia pada tahun 2022, dan sebagian besar serangan ini akan menargetkan perusahaan-perusahaan AS yang belum mengadopsi sistem keamanan terbaru.

5. Tantangan dalam Menghadapi Serangan Siber Internasional

AS telah mengambil berbagai langkah untuk memperkuat pertahanan sibernya. Pemerintah, melalui Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA), bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam membangun pertahanan yang lebih kokoh terhadap serangan siber. Selain itu, National Security Agency (NSA) terus melakukan operasi ofensif untuk melawan kelompok hacker internasional.

Namun, dengan perkembangan teknologi dan teknik hacking yang semakin canggih, AS dihadapkan pada tantangan yang berkelanjutan untuk menjaga keamanan digitalnya. Selain memperkuat sistem keamanan, pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran publik tentang ancaman siber serta meningkatkan kerja sama internasional untuk melawan serangan global ini.

Amerika Serikat tetap menjadi target utama serangan siber internasional karena posisi strategisnya sebagai pusat ekonomi dan inovasi teknologi dunia. Dari serangan ransomware hingga spionase siber, AS terus menghadapi ancaman yang semakin berkembang dari berbagai kelompok hacker yang didukung negara atau bertujuan memperoleh keuntungan finansial. Dengan memperkuat infrastruktur keamanannya dan berkolaborasi secara global, AS dapat terus memimpin dalam upaya untuk memerangi ancaman siber yang kian kompleks.