Pisau Ockham: Mengapa Kesederhanaan Bisa Mengguncang Gereja dan Filsafat?
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA – Dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat, nama William of Ockham mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, prinsip yang ia gagas—yang kemudian dikenal sebagai Ockham’s Razor atau Pisau Ockham—telah menjadi salah satu fondasi penting dalam cara kita berpikir kritis hingga saat ini.
Dibalik namanya yang terdengar tajam, Pisau Ockham sejatinya bukan alat fisik, melainkan prinsip berpikir logis yang sangat sederhana: jangan membuat penjelasan lebih rumit dari yang diperlukan. Meski terdengar biasa, gagasan ini pernah mengguncang fondasi Gereja Katolik dan mengubah arah perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.
Awal Mula dari Seorang Biarawan
William of Ockham adalah seorang biarawan Fransiskan asal Inggris yang hidup pada abad ke-14. Ia bukan bangsawan, bukan raja, dan bukan paus. Namun, dari balik tembok biara, ia merumuskan prinsip sederhana yang mengajarkan bahwa penjelasan terbaik adalah yang paling sederhana, selama mencukupi.
Dalam bahasa Latin, prinsip ini berbunyi: Entia non sunt multiplicanda praeter necessitatem—yang artinya kira-kira: “Entitas tidak boleh digandakan lebih dari yang dibutuhkan.” Inilah yang kemudian dikenal sebagai Pisau Ockham—alat pikir yang “memotong” teori-teori berlebihan dan menyisakan hanya penjelasan yang benar-benar perlu.
Benturan dengan Gereja dan Filsafat
Pada masa William hidup, teologi dan filsafat dikendalikan oleh kaum skolastik. Mereka menggunakan pendekatan Aristotelian untuk menjelaskan berbagai doktrin iman, dari keberadaan Tuhan hingga struktur alam semesta. Penjelasannya panjang, kompleks, dan sering kali terasa terlalu rumit bagi akal sehat biasa.