Stoikisme di Saat-Saat Sulit: Nasihat Bijak untuk Menerima dan Berdamai dengan Kenyataan
- Image Creator/Handoko
Kegagalan sering kali menjadi sumber penderitaan emosional yang mendalam. Kita merasa terpuruk, kehilangan arah, dan bahkan mulai meragukan kemampuan diri sendiri. Dalam Stoikisme, kegagalan tidak dilihat sebagai akhir dari segalanya, melainkan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Marcus Aurelius, kaisar Romawi yang juga seorang Stoik, sering merenungkan bahwa kehidupan tidak selalu akan berjalan sesuai keinginan kita, tetapi kegagalan dan tantangan adalah kesempatan untuk melatih kebajikan dan meningkatkan diri.
Marcus Aurelius dalam karyanya, Meditations, menyebutkan bahwa kita tidak harus membiarkan diri kita hancur oleh kegagalan, melainkan belajar darinya dan terus maju. “Rintangan adalah jalan,” tulisnya. Dengan kata lain, tantangan atau hambatan adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus kita lalui untuk mencapai kedewasaan dan kebijaksanaan yang lebih dalam.
Dengan menerima kegagalan sebagai bagian dari perjalanan kita, kita bisa melepaskan perasaan malu atau penyesalan yang tidak perlu, dan fokus pada pertumbuhan pribadi. Stoikisme mengajarkan kita untuk melihat kegagalan sebagai guru, bukan sebagai musuh.
Menghadapi Kehilangan dengan Kebijaksanaan Stoik
Kehilangan, baik kehilangan orang yang kita cintai, pekerjaan, atau impian, adalah salah satu pengalaman paling menyakitkan dalam hidup. Stoikisme menawarkan perspektif yang unik untuk menghadapi kehilangan dengan penerimaan yang tenang. Epictetus sering kali berbicara tentang pentingnya melepaskan keterikatan pada hal-hal yang berada di luar kendali kita, termasuk orang lain dan benda-benda materi.
Salah satu ajaran terkenal dari Epictetus adalah, “Jangan katakan tentang apa pun, ‘Saya telah kehilangan itu,’ tetapi katakan, ‘Saya telah mengembalikannya.’” Pandangan ini mencerminkan keyakinan Stoik bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita; semua hal hanya dipinjamkan kepada kita sementara waktu. Ketika kita kehilangan sesuatu, kita hanya mengembalikannya kepada alam semesta.
Meskipun pandangan ini mungkin tampak keras, Stoikisme tidak mengajarkan kita untuk mematikan emosi kita. Sebaliknya, kita diajarkan untuk menerima emosi kita, tetapi tidak membiarkannya menguasai kita. Kehilangan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, dan Stoikisme membantu kita menghadapi kenyataan ini dengan kepala tegak dan hati yang tenang.