Ritual Pengorbanan Perawan Suku Maya sebagai Pengantin Dewa Hujan di Chichen Itza
- artifactinsights.com
Malang, WISATA – Peradaban Maya dibangun oleh suku asli Amerika di wilayah bernama Cuello sekitar 4.000 tahun yang lalu. Dari negeri ini, suku Maya menyebar ke berbagai wilayah, dengan cabang terbesar berkembang hingga ke tempat yang sekarang disebut Teluk Meksiko. Di sini, para arkeolog terus menggali sederet kota kuno, salah satunya adalah kota megah Chichen Itza.
Dalam bahasa Maya, ’chichen’ berarti mulut sumur dan ‘Itza’ berarti ‘orang Itza’. Chichen Itza diterjemahkan menjadi mulut sumur orang Itza. Nama tersebut berasal dari fakta bahwa Chichen Itza terletak di wilayah gersang di Amerika Tengah dan sumber air utamanya berasal dari gua-gua di perbukitan kapur di dekatnya, menjadikannya lokasi yang penting.
Agama memainkan peran penting dalam kehidupan spiritual masyarakat Maya di Itza. Dewa seperti dewa matahari dan dewa hujan sangat dihormati karena suku Maya percaya dewa-dewa tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesuburan pertanian. Pembangunan piramida di Chichen Itza memenuhi tujuan ini, karena di sanalah upacara pemujaan dewa-dewa ini akan berlangsung di atas piramida kuil.
Sekitar 1,5 km dari kota, terdapat dua tempat penampungan air alami dengan diameter masing-masing sekitar 60 meter. Satu waduk digunakan untuk irigasi pertanian kuno, sementara waduk lainnya digunakan untuk tujuan yang lebih penting. Waduk kedua ini dikenal sebagai ‘cenote suci’, tempat berlangsungnya ritual air berlumuran darah yang didedikasikan untuk dewa hujan.
Menurut teks Maya kuno, ketika kekeringan atau kemalangan lainnya menimpa suku Maya, mereka menghubungkan hal ini dengan ketidaksenangan Chaac. Untuk menenangkan dewa hujan dan memulihkan keharmonisan, mereka beralih ke praktik ritual yang melibatkan persembahan seorang perawan muda sebagai korban. Mereka memasukkan seorang gadis perawan berusia 14 tahun ke dalam sumur. Orang dahulu percaya bahwa jika seorang gadis dilempar ke dalam sumur, dia akan menjadi pelayan dewa air, makan enak, memakai pakaian indah dan menikmati hidup santai. Meski cuaca stabil, tanpa kekeringan atau bencana alam, pendeta di Maya juga memilih seorang gadis cantik untuk berterima kasih kepada Dewa Air. Alasan suku Maya memuja dewa air adalah karena peradaban ini hidup terutama dari aktivitas pertanian. Oleh karena itu, air memegang peranan penting dalam memperoleh hasil panen yang baik.