Makna "Stat rosa pristina nomine, nomina nuda tenemus" dalam Novel "The Name of the Rose": Karya Umberto Eco

The Name of the Rose
Sumber :
  • Tangkapan layar

Jakarta, WISATA - Novel "The Name of the Rose" karya Umberto Eco bukan hanya sekadar cerita misteri abad pertengahan yang memukau, melainkan juga sebuah karya sastra yang sarat dengan simbolisme dan pemikiran filosofis. Salah satu kalimat yang paling ikonik dan mengundang renungan dari novel ini adalah "Stat rosa pristina nomine, nomina nuda tenemus." Kalimat ini telah menjadi topik perbincangan yang mendalam di kalangan akademisi, penggemar sastra, dan pencinta sejarah. Artikel ini mengupas secara komprehensif makna kalimat tersebut, konteks historisnya, serta relevansinya dalam dunia modern, disertai data dan referensi yang dapat divalidasi secara real-time.

Kisah Menyentuh di Balik Detik-Detik Terakhir Socrates dalam Tradisi Athena yang Legendaris

Asal Usul dan Terjemahan Kalimat Ikonik

"Stat rosa pristina nomine, nomina nuda tenemus" merupakan kalimat Latin yang sering diterjemahkan menjadi "Rosa yang sejati hanya ada dalam namanya; kita hanya memegang nama-nama kosong." Kalimat ini muncul di akhir novel "The Name of the Rose" dan menyiratkan gagasan tentang kefanaan, kehilangan, dan bagaimana sejarah serta kebudayaan hanya tersisa sebagai kenangan dan istilah belaka.

Hidup yang Tidak Diperiksa Tidak Layak Dijalani: Pelajaran Abadi dari Socrates

Dalam konteks novel, Eco menggambarkan betapa segala sesuatu yang pernah hidup dan bermakna akan mengalami proses peluruhan seiring waktu. Simbol "rosa" (mawar) di sini bukan hanya sekadar bunga, melainkan lambang dari keindahan, pengetahuan, dan peradaban yang pernah ada. Namun, seiring berjalannya waktu, yang tersisa hanyalah nama-nama atau label belaka tanpa esensi yang utuh. Konsep ini mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa meskipun sejarah dan warisan budaya tampak nyata di atas kertas, pada akhirnya semua itu akan luntur oleh waktu.

Konteks Sejarah dan Filosofis dalam "The Name of the Rose"

Chrysippus: Menyingkap Kebenaran Hidup melalui Rangkaian Sebab-Akibat

Novel yang diterbitkan pada tahun 1980 ini berlatar belakang biara Benediktin di Italia pada tahun 1327, di mana pertarungan antara kekuasaan gereja dan pencarian ilmu pengetahuan sangat kentara. Di era tersebut, kontrol atas pengetahuan merupakan alat untuk mempertahankan kekuasaan, dan banyak karya sastra serta naskah kuno sengaja disembunyikan atau dihancurkan oleh pihak-pihak yang berkuasa.

Umberto Eco, yang juga seorang sejarawan dan ahli semiotika, memasukkan kritik sosial dan filosofi mendalam ke dalam narasinya. Melalui karakter William dari Baskerville, Eco mengajak pembaca untuk mempertanyakan otoritas dan dogma, serta menggugah kesadaran akan pentingnya kebebasan berpikir dan akses terhadap pengetahuan. Dalam dialog antara karakter dan narasi yang kaya dengan simbolisme, kalimat "Stat rosa pristina nomine, nomina nuda tenemus" berfungsi sebagai pengingat bahwa warisan budaya dan sejarah tidak akan pernah kembali dalam bentuk aslinya, melainkan hanya akan tetap hidup dalam ingatan dan istilah yang kita gunakan.

Halaman Selanjutnya
img_title