Kutipan dan Sentilan Sosial dari Umar Kayam dalam Sketsa "Mangan Ora Mangan Kumpul"

Mangan Ora Mangan Kumpul
Sumber :
  • Cuplikan Layar

Malang, WISATA - Umar Kayam, seorang sastrawan dan budayawan terkemuka Indonesia, dikenal luas melalui karya-karyanya yang menggambarkan kehidupan sosial dan budaya Jawa dengan gaya penulisan yang unik dan penuh makna. Salah satu karya terkenalnya adalah Mangan Ora Mangan Kumpul, sebuah kumpulan sketsa yang memotret dinamika masyarakat Jawa dengan sentuhan humor dan kritik sosial yang tajam.

10 Kutipan Inspiratif dari 'Merahnya Merah' Karya Iwan Simatupang yang Menggugah Jiwa"

Gambaran Umum Buku

Mangan Ora Mangan Kumpul adalah kumpulan kolom yang ditulis oleh Umar Kayam dan dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta antara tahun 1987 hingga 1999. Buku ini terdiri dari 127 sketsa yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta. Dengan gaya penulisan yang santai dan penuh seloroh, Kayam berhasil menyajikan kritik sosial yang mendalam tanpa kehilangan nuansa humor yang kental.

"Mangan Ora Mangan Kumpul": Mengungkap Kehidupan Sosial Jawa melalui Sketsa Umar Kayam

Kutipan dan Sentilan Sosial dalam Sketsa

Melalui sketsa-sketsanya, Kayam menyampaikan berbagai kutipan dan sentilan sosial yang menggugah pemikiran pembaca. Beberapa di antaranya adalah:

  • "Berilah wong cilik cukup makanan maka mereka akan diam karena kenyang. Berilah wong cilik cukup permainan maka hatinya akan senang." (Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul, hal. 67)
    Kutipan ini mencerminkan pemahaman Kayam tentang kebutuhan dasar manusia dan bagaimana pemenuhan kebutuhan tersebut dapat memengaruhi perilaku sosial.
  • "Feodal itu kalau semua bawahan tahunya cuma manut miturut kepada atasan." (Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul, hal. 276)
    Kayam menggambarkan bagaimana pola pikir feodal yang masih terpelihara dalam masyarakat, di mana bawahan cenderung pasrah dan tidak diberi ruang untuk bersuara, sehingga membentuk ketimpangan yang jelas dalam hubungan sosial.
  • "Tujuan revolusi kita adalah membentuk masyarakat egaliter." (Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul, hal. 191)
    Kayam menegaskan bahwa perubahan sosial harus menuju ke arah yang lebih egaliter, di mana setiap individu memiliki kedudukan yang setara tanpa ada diskriminasi berdasarkan kelas sosial, jenis kelamin, atau latar belakang lainnya.
  • "Emansipasi wanita itu artinya bebas dari belenggu penindasan. Penindasan siapa? Tentu saja penindasan suami, penindasan aturan permainan masyarakat, bahkan penindasan keluarga sendiri." (Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul, hal. 112)
    Dalam kutipan ini, Kayam mengkritik ketidaksetaraan gender yang masih terjadi, dengan menyoroti penindasan yang dialami perempuan dari berbagai pihak, termasuk suami dan keluarga, yang secara tidak sadar memperkuat ketidakadilan dalam masyarakat.
  • "Hubungan kerja yang pancasilais yaitu hubungan kerja yang tepo seliro, yang buruh nrimo yang majikan ora sio-sio." (Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul, hal. 311)
    Kayam mengungkapkan pandangannya mengenai hubungan kerja yang ideal berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, hubungan tersebut harus berlandaskan pada saling pengertian, tanpa adanya pemaksaan dari pihak manapun, serta keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
"Merahnya Merah" Iwan Simatupang: Kisah Penuh Pergulatan Sosial dan Filosofis yang Mengguncang Dunia Sastra Indonesia

Analisis Tema Sosial dan Budaya

Halaman Selanjutnya
img_title