10 Kutipan Inspiratif dari 'Merahnya Merah' Karya Iwan Simatupang yang Menggugah Jiwa"
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA - "Merahnya Merah" adalah novel pertama karya Iwan Simatupang yang diterbitkan pada tahun 1968. Novel ini dianggap sebagai angin segar dalam perkembangan novel Indonesia karena mengangkat tema kehidupan para gelandangan dengan pendekatan yang mendalam dan filosofis.
Cerita dalam "Merahnya Merah" berfokus pada seorang tokoh tanpa nama yang dikenal sebagai "tokoh kita". Ia mengalami transformasi dari seorang calon rahib menjadi komandan kompi selama revolusi, kemudian menjadi algojo yang berdarah dingin, dan akhirnya berakhir sebagai gelandangan. Perjalanan hidupnya menggambarkan perubahan drastis dalam diri manusia akibat kondisi sosial dan politik yang berubah.
Novel ini juga menyoroti dinamika hubungan antara tokoh utama dengan karakter lain, seperti Fifi, seorang gadis kampung yang menjadi korban perkosaan dan terlibat dalam cinta segitiga dengan tokoh utama. Kehilangan Fifi menjadi titik balik dalam cerita, menggambarkan kompleksitas emosi dan hubungan antar manusia dalam konteks sosial yang keras.
Gaya penulisan Iwan Simatupang dalam novel ini sarat dengan unsur eksistensialisme, di mana tokoh-tokohnya berjuang mencari makna hidup di tengah kekacauan dan absurditas dunia. Pendekatan ini memberikan kedalaman filosofis yang membuat pembaca merenung tentang kondisi manusia dan eksistensinya.
"Merahnya Merah" telah diakui sebagai karya sastra penting dalam literatur Indonesia dan mendapatkan penghargaan Sastra Nasional pada tahun 1970. Novel ini tidak hanya menawarkan cerita yang menarik, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenung tentang kondisi sosial dan eksistensi manusia.
Berikut adalah sepuluh kutipan inspiratif dari "Merahnya Merah" yang dapat menggugah pemikiran dan perasaan Anda:
1. "Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat tertangkap. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa!"