Cahaya Hati: 22 Kutipan dari Abu Yazid al-Busthami, Sang Sufi Pemberontak yang Mendaki Tangga Ketuhanan

Ilustrasi Cahaya Hati
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA – Dalam khazanah tasawuf Islam, nama Abu Yazid al-Busthami atau Bayazid Bastami dikenal sebagai sosok sufi eksentrik yang menempuh jalan spiritual dengan penuh keberanian dan ketulusan. Lahir di Bustham, Persia, pada abad ke-9 Masehi, Abu Yazid dikenal karena ajaran-ajarannya yang mendalam tentang konsep fana' (lenyapnya diri dalam Tuhan) dan ittihad (penyatuan dengan Tuhan.

Kisah Para Sufi: Umar Ibn al-Farid, Penyair Sufi yang Mengukir Makna dalam Setiap Syair Cintanya

Kutipan-kutipannya yang penuh makna dan paradoks sering kali menggugah hati dan pikiran para pencari kebenaran. Berikut adalah 25 kutipan terbaik dari Abu Yazid al-Busthami yang dapat menjadi cermin bagi jiwa-jiwa yang merindukan kedekatan dengan Sang Pencipta:

1. “Aku bermimpi melihat Tuhan. Aku pun bertanya: ‘Tuhanku, apa jalannya untuk sampai kepada-Mu?’ Ia menjawab: ‘Tinggalkan dirimu dan datanglah.’”

Kisah Para Sufi: Hujjatul Islam, Ketika Al-Ghazali Membuktikan Ruh Lebih Dalam dari Logika

Kutipan ini menggambarkan pentingnya melepaskan ego dan keakuan untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan

2. “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan pandanganku pun terbuka dan ternyata sang Pencipta, Yang dicinta dan cinta adalah satu.”

Abu Hamid Al-Ghazali: Penempuh Jalan Gelap yang Menemukan Cahaya Tasawuf

Menggambarkan proses spiritual di mana diri pribadi lenyap dan yang tersisa hanyalah Tuhan.

3. “Aku tidak inginkan dari Allah kecuali hanya Allah.”

Menunjukkan keikhlasan dan tujuan tertinggi dalam perjalanan spiritual: hanya mencari Tuhan semata.

4. “Manusia taubat dari dosa-dosa mereka, tapi aku taubat dari ucapanku: Tiada Tuhan selain Allah, karena dalam hal ini aku memakai alat dan huruf, sedang Tuhan tidak dapat dijangkau dengan huruf dan alat.”

Menekankan bahwa Tuhan melampaui segala bentuk dan ekspresi manusiawi.

5. “Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu, karena aku hanyalah hamba yang hina. Tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja Yang Maha Kuasa.”

Mengungkapkan kekaguman atas kasih sayang Tuhan yang tak terhingga kepada hamba-Nya.

6. “Betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku.”

Sebuah ekspresi ekstatis yang mencerminkan penyatuan total dengan Tuhan, di mana identitas pribadi lenyap.

7. “Tuhan berfirman: ‘Semua mereka kecuali engkau adalah makhluk-Ku’. Aku pun berkata: ‘Aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau’.”

Menunjukkan tingkat spiritual di mana batas antara hamba dan Tuhan menjadi kabur.

8. “Saya telah bermujahadah selama 30 tahun. Tidak ada yang paling berat bagiku selain mempelajari ilmu dan mengamalkannya.”

Menekankan bahwa mengamalkan ilmu adalah tantangan terbesar dalam kehidupan spiritual.

9. “Jika kamu tidak temukan Tuhan di dalam dirimu, kamu tidak akan menemukan-Nya di tempat lain.”

Mengajak untuk mencari Tuhan dalam diri sendiri sebelum mencarinya di luar.

10. “Jangan melihat kepada kecilnya amal, namun lihatlah kepada siapa kamu beramal.”

Mengingatkan bahwa nilai amal terletak pada niat dan kepada siapa amal itu ditujukan.

11. “Hidup seperti awan, membawa hujan bagi orang lain.”

Mendorong untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.

12. “Aku menyangka bahwa aku mengingat-Nya, mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan mencari-Nya. Namun ketika aku sampai kepada-Nya, aku melihat bahwa Dia telah mengingatku sebelum aku mengingat-Nya, mengenalku sebelum aku mengenal-Nya, mencintaiku sebelum aku mencintai-Nya, dan mencari aku sebelum aku mencari-Nya.”

Menggambarkan bahwa segala sesuatu berasal dari kehendak dan kasih sayang Tuhan.

13. “Semua pembicaraan dan kegaduhan ini berada di luar tabir. Di dalam tabir adalah keheningan, ketenangan, dan kedamaian.”

Menunjukkan bahwa kedamaian sejati ditemukan dalam keheningan batin.

14. “Jika aku tahu bahwa aku telah melangkah satu langkah dengan ikhlas, aku tidak akan peduli dengan apa pun selain itu.”

Menekankan pentingnya keikhlasan dalam setiap tindakan.

15. “Aku telah melakukan empat kesalahan: aku menyangka bahwa aku mengingat-Nya, mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan mencari-Nya. Namun ketika aku sampai kepada-Nya, aku melihat bahwa Dia telah mengingatku sebelum aku mengingat-Nya, mengenalku sebelum aku mengenal-Nya, mencintaiku sebelum aku mencintai-Nya, dan mencari aku sebelum aku mencari-Nya.”

Mengulangi bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan, bukan dari usaha manusia semata.

16. “Aku tidak melihat sesuatu pun kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”

Menunjukkan pandangan spiritual di mana segala sesuatu adalah manifestasi dari Tuhan.

17. “Aku melihat bahwa aku hidup karena cahaya Allah.”

Mengakui bahwa kehidupan dan keberadaan berasal dari cahaya Tuhan.

18. “Aku tidak pernah melihat sesuatu pun kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”

Mengulangi pandangan bahwa Tuhan hadir dalam segala sesuatu.

19. “Aku telah melihat Tuhan dengan mata hatiku.”

Menunjukkan bahwa penglihatan spiritual lebih penting daripada penglihatan fisik.

20. “Aku telah melihat Tuhan dengan mata hatiku, dan aku berkata: ‘Siapa Engkau?’ Dia menjawab: ‘Engkau’.”

Menggambarkan penyatuan total antara hamba dan Tuhan.

21. “Aku adalah cermin di mana Tuhan melihat diri-Nya.”

Menunjukkan bahwa manusia dapat menjadi refleksi dari sifat-sifat Tuhan.

22. “Aku telah melihat Tuhan dengan mata hatiku, dan aku berkata: ‘Siapa Engkau?’ Dia menjawab: ‘Engkau’.”

Mengulangi konsep penyatuan antara hamba dan Tuhan.

Warisan Spiritual Abu Yazid al-Busthami

Ajaran-ajaran Abu Yazid al-Busthami terus menginspirasi para pencari kebenaran hingga hari ini. Dengan pendekatan yang radikal namun penuh cinta, ia mengajarkan bahwa untuk mendekat kepada Tuhan, seseorang harus melepaskan ego dan identitas duniawinya. Melalui kutipan-kutipannya, kita diajak untuk merenungkan hakikat diri dan tujuan hidup yang sejati.