Kisah Para Sufi: Al-Ghazali, Dari Lorong Keraguan Menuju Samudra Tasawuf
- Pixabay
Membongkar Filsafat Tanpa Membunuh Akal
Dalam Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf), Al-Ghazali mengkritik keras para filsuf seperti Ibn Sina dan al-Farabi yang terpengaruh pemikiran Yunani. Ia menolak pandangan metafisis yang dianggap bertentangan dengan akidah Islam, seperti kekekalan alam atau tidak adanya kebangkitan jasmani.
Namun, Al-Ghazali tidak anti-filsafat. Ia justru menggunakan metode filsafat untuk membongkar filsafat itu sendiri. Ia memahami kekuatan dan kelemahan logika, dan menempatkannya pada tempat yang semestinya—sebagai alat bantu, bukan sebagai kompas utama menuju kebenaran.
Jalan Tengah yang Penuh Cahaya
Al-Ghazali telah menunjukkan bahwa Islam bukan sekadar ritual atau doktrin, melainkan perjalanan batin yang mendalam. Ia mengajarkan pentingnya keseimbangan antara akal dan hati, antara syariat dan makrifat, antara dunia dan akhirat.
Ia menghindari ekstremitas. Tidak seperti sebagian sufi yang menafikan syariat, atau sebagian ulama fikih yang mengabaikan dimensi batin, Al-Ghazali merangkul keduanya. Ia adalah manifestasi Islam yang utuh: intelek yang jernih dan ruh yang bersih.
Warisan yang Tak Pernah Padam