Pajak yang Adil untuk Semua: Apa Kata Ibnu Khaldun?

Ibnu Khaldun (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/ Handoko

Jakarta, WISATA - Dalam dunia modern, pajak adalah sumber utama pendapatan negara. Namun, kebijakan perpajakan sering kali menjadi isu sensitif yang memicu perdebatan, terutama jika dinilai tidak adil atau membebani masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan rencana pemerintah Indonesia menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Refleksi terhadap pemikiran Ibnu Khaldun dalam Mukadimah menawarkan wawasan mendalam tentang hubungan pajak, keadilan, dan stabilitas ekonomi.

Ketika Pajak Membebani: Relevansi Mukadimah Ibnu Khaldun di Era Modern

Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Pajak dan Keadilan

Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan filsuf Islam abad ke-14, dalam karya legendarisnya Mukadimah menyoroti pentingnya kebijakan perpajakan yang adil. Ia menyatakan bahwa:

Gaya Hidup Pejabat vs Beban Pajak Rakyat: Refleksi Pemikiran Ibnu Khaldun

“Keadilan adalah dasar bagi pemerintahan, dan penindasan adalah tanda kehancurannya. Ketika pemerintah berlaku tidak adil melalui pajak yang berlebihan, kekayaan rakyat terkuras, usaha mereka terhambat, dan negara kehilangan sumber kekuatannya.”

Pandangan ini relevan dengan situasi saat ini, di mana kenaikan pajak dapat berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat, produktivitas ekonomi, dan kepercayaan terhadap pemerintah. Ibnu Khaldun memperingatkan bahwa kenaikan pajak yang melampaui kemampuan rakyat justru dapat menurunkan pendapatan negara dalam jangka panjang karena merusak basis ekonomi rakyat.

Refleksi Ibnu Khaldun: Kenaikan PPN 12% dan Risiko Ketidakadilan Pajak di Indonesia

Kenaikan PPN 12% di Indonesia: Tantangan dan Dampak

Rencana kenaikan PPN menjadi 12% menuai pro dan kontra. Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara demi pembiayaan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun, banyak pihak, termasuk pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah, merasa khawatir akan dampaknya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah telah tergerus akibat inflasi yang mencapai 3,27% (tahun ke tahun) pada kuartal kedua 2024. Jika PPN dinaikkan, harga barang dan jasa kemungkinan akan ikut melonjak, menambah beban ekonomi masyarakat.

Para ekonom juga memperingatkan risiko stagnasi konsumsi domestik. Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Penurunan konsumsi dapat berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi, yang diproyeksikan hanya mencapai 4,8% pada 2024, lebih rendah dari target awal 5,3%.

Relevansi Pemikiran Ibnu Khaldun di Era Modern

Pemikiran Ibnu Khaldun menyoroti pentingnya keseimbangan dalam kebijakan perpajakan. Ia menjelaskan bahwa:

“Sebuah negara yang bijaksana adalah yang mampu menyeimbangkan pendapatan negara melalui pajak tanpa membebani rakyat, karena dari kesejahteraan rakyatlah kekayaan negara bertumbuh.”

Dalam konteks modern, hal ini berarti pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pajak. Pajak yang terlalu tinggi dapat menghambat investasi dan menurunkan daya saing ekonomi, sementara pajak yang terlalu rendah dapat menyebabkan defisit anggaran. Solusi yang ditawarkan Ibnu Khaldun adalah kebijakan pajak yang moderat dan progresif, yang tidak hanya meningkatkan pendapatan negara tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Gaya Hidup Mewah Pejabat dan Ketimpangan Sosial

Kritik terhadap kenaikan PPN juga tidak lepas dari sorotan terhadap gaya hidup mewah sejumlah pejabat. Dalam Mukadimah, Ibnu Khaldun menggambarkan bagaimana gaya hidup boros para penguasa sering kali menjadi awal kehancuran suatu negara.

“Ketika penguasa menikmati kemewahan berlebihan, mereka cenderung mencari sumber pendapatan tambahan melalui pajak tinggi, yang akhirnya merusak ekonomi rakyat.”

Isu ini relevan dengan kritik publik terhadap penggunaan anggaran negara untuk fasilitas mewah bagi pejabat. Ketimpangan antara gaya hidup elite dan kesulitan ekonomi rakyat memperburuk persepsi ketidakadilan, yang dapat mengurangi kepercayaan terhadap pemerintah.

Kebijakan Pajak yang Berkeadilan

Mengacu pada pandangan Ibnu Khaldun, pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah-langkah berikut untuk memastikan kebijakan pajak yang adil dan berkelanjutan:

1.     Evaluasi Kebutuhan Pajak Secara Komprehensif: Pastikan kenaikan pajak benar-benar diperlukan dan memiliki dasar yang kuat.

2.     Lindungi Kelompok Rentan: Berikan insentif atau pengecualian pajak bagi usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah.

3.     Transparansi dan Akuntabilitas: Jelaskan kepada masyarakat tujuan kenaikan pajak dan pastikan penggunaan anggarannya tepat sasaran.

4.     Reformasi Struktur Pajak: Terapkan sistem pajak yang lebih progresif untuk mengurangi beban masyarakat bawah dan meningkatkan kontribusi dari golongan atas.

Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Mukadimah memberikan pelajaran penting bagi kebijakan perpajakan modern. Keadilan pajak tidak hanya menjadi dasar stabilitas ekonomi tetapi juga kunci untuk membangun kepercayaan publik. Dalam menghadapi tantangan kenaikan PPN, pemerintah perlu berhati-hati agar kebijakan ini tidak justru menjadi bumerang yang merusak ekonomi rakyat.