Teori Keadilan John Rawls dan Tantangan Demokrasi Modern
- Tangkapan layar
Jakarta, WISATA - Demokrasi modern dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks, mulai dari ketimpangan sosial, polarisasi politik, hingga ancaman terhadap kebebasan sipil. Dalam konteks ini, teori keadilan yang dirumuskan oleh filsuf John Rawls tetap relevan. Melalui karyanya A Theory of Justice (1971), Rawls menawarkan kerangka keadilan sosial yang dapat menjadi panduan dalam menjawab berbagai persoalan demokrasi modern. Bagaimana teori ini dapat diaplikasikan untuk mengatasi tantangan demokrasi saat ini?
Mengenal Teori Keadilan John Rawls
John Rawls mengajukan teori keadilan berdasarkan dua prinsip utama:
- Prinsip Kebebasan Dasar
Setiap individu memiliki hak atas kebebasan dasar yang setara, seperti kebebasan berbicara, beragama, dan berpolitik. Prinsip ini tidak dapat dikompromikan. - Prinsip Perbedaan
Ketidaksetaraan ekonomi dan sosial dapat diterima hanya jika membawa manfaat bagi mereka yang paling tidak beruntung. Selain itu, akses terhadap posisi dan peluang harus terbuka bagi semua orang berdasarkan asas kesetaraan kesempatan.
Demokrasi dan Ketimpangan Sosial
Salah satu tantangan utama demokrasi modern adalah ketimpangan sosial. Menurut laporan Oxfam 2023, 1% orang terkaya dunia menguasai lebih dari separuh kekayaan global. Ketimpangan ini tidak hanya menciptakan disparitas ekonomi tetapi juga mengancam proses demokrasi.
Rawls percaya bahwa ketimpangan semacam ini hanya dapat diterima jika memberikan manfaat nyata bagi kelompok yang paling rentan. Redistribusi kekayaan melalui pajak progresif dan subsidi sosial adalah cara untuk mewujudkan prinsip ini. Sayangnya, dalam banyak kasus, kebijakan redistribusi justru terhambat oleh lobi politik yang dikuasai oleh elit ekonomi.
Polarisasi Politik dan Kebebasan Sipil
Polarisasi politik menjadi fenomena yang menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi. Di Amerika Serikat, misalnya, perbedaan pandangan antara pendukung Partai Demokrat dan Republik sering kali berujung pada kebuntuan legislatif. Di Indonesia, polarisasi berbasis agama dan identitas politik juga memperburuk situasi.
Dalam pandangan Rawls, kebebasan sipil yang setara untuk semua adalah fondasi demokrasi. Ketika kelompok tertentu merasa kebebasannya terancam, stabilitas sosial pun terganggu. Oleh karena itu, menjaga kebebasan dasar seperti kebebasan berekspresi dan beragama menjadi langkah penting untuk mengatasi polarisasi.