Menunggu "Wow", Pasca Pelantikan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Mungkinkah?

Prabowo Subianto, Presiden Terpilih
Sumber :
  • Viva.co.id/Tangkapan Layar Gerindra TV

Jakarta, WISATA - Tanggal 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, akan resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Momen ini bukan sekadar peralihan kekuasaan, tetapi juga awal dari harapan baru bagi jutaan rakyat Indonesia yang menanti perubahan besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah bertahun-tahun mengikuti kontestasi politik, Prabowo kini berada di puncak kekuasaan. Namun, di balik kemenangan ini, timbul pertanyaan besar: Mungkinkah Prabowo memiliki strategi "Wow" yang akan membawa Indonesia keluar dari berbagai persoalan pelik yang dihadapinya?

LPSK dan Kejaksaan Tinggi NTT Perkuat Kolaborasi untuk Mengatasi Tindak Pidana Perdagangan Orang

Warisan Masalah Ekonomi yang Menggunung

Prabowo Subianto, ketika resmi dilantik, akan mewarisi beban ekonomi yang cukup berat. Hutang negara mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, diperkirakan sudah melebihi Rp7.000 triliun. Kondisi ini diperparah oleh angka pengangguran yang masih tinggi, terutama pasca pandemi COVID-19 yang memukul sektor industri. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2024 masih berada di kisaran 6,3%, dengan puluhan ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam berbagai sektor.

Menjadi Ekonomi Terbesar di ASEAN: AIIB Harus Memperluas Operasinya di Indonesia

Tidak hanya itu, kelas menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional, kini tengah menghadapi tekanan luar biasa. Kenaikan harga bahan pokok, biaya pendidikan, dan perumahan telah memaksa banyak dari mereka untuk menurunkan standar hidup. Kemampuan daya beli masyarakat menurun, yang berakibat pada melemahnya pertumbuhan ekonomi. Menurut Bank Dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 hanya mencapai 4,7%, jauh dari target ideal untuk mempercepat pemulihan.

Dalam kondisi seperti ini, Prabowo diharapkan mampu memberikan solusi konkret. Akan tetapi, apakah ia bisa merumuskan kebijakan yang revolusioner untuk menyelamatkan ekonomi bangsa?

Dampak Ekonomi Global: Akankah Indonesia Terjerumus dalam Krisis dan Kekacauan Politik?

Korupsi yang Merajalela dan Penegakan Hukum yang Tak Adil

Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh Prabowo Subianto adalah korupsi yang merajalela di hampir semua sektor. Bahkan, institusi-institusi yang seharusnya menjadi pilar pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian kerap diterpa isu integritas. Dalam survei Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2024 merosot ke posisi 102 dari 180 negara. Hal ini mencerminkan betapa parahnya masalah korupsi di negeri ini.

Penegakan hukum juga tidak lepas dari kritik. Di mata publik, hukum seolah hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Banyak kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi atau elit politik yang berakhir dengan hukuman ringan atau bahkan tidak diproses secara adil. Contoh nyata adalah kasus korupsi di tubuh Kepolisian dan Kejaksaan, yang sering kali tertutup oleh dinding kekuasaan.

Lebih dari itu, indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan. Freedom House, sebuah lembaga independen yang mengukur kebebasan demokrasi, menurunkan skor Indonesia dari "bebas" menjadi "bebas sebagian" pada tahun 2023. Kebebasan pers dan hak asasi manusia semakin terkikis, dengan sejumlah aktivis dan jurnalis yang dikriminalisasi karena menyuarakan kritik terhadap pemerintah.

Apakah Prabowo akan mampu melakukan reformasi di sektor penegakan hukum dan mengembalikan integritas lembaga-lembaga penegak hukum? Apakah ia akan memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya? Ini menjadi salah satu janji yang paling dinantikan oleh publik.

Kesenjangan Ekonomi dan Sosial yang Semakin Melebar

Selain masalah ekonomi dan hukum, kesenjangan sosial di Indonesia juga semakin lebar. Gini ratio, indikator yang mengukur ketimpangan pendapatan, terus meningkat dan berada di angka 0,39 pada awal tahun 2024, menunjukkan bahwa kekayaan negara masih dikuasai oleh segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan. Hasil survei Oxfam Indonesia menunjukkan bahwa 1% dari populasi terkaya menguasai lebih dari 45% kekayaan nasional. Kondisi ini menciptakan jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin.

Sementara para elit politik dan pengusaha menikmati kemewahan, masyarakat kecil semakin terpuruk dalam kemiskinan. Bahkan untuk mendapatkan sepiring nasi saja, banyak rakyat yang harus berjuang keras. Fenomena ini menciptakan rasa frustrasi dan putus asa di kalangan masyarakat bawah, yang merasa bahwa pemerintah tidak peduli dengan nasib mereka.

Kabinet Prabowo: Kabinet Harapan atau Akomodasi Politik?

Harapan besar masyarakat terletak pada komposisi kabinet yang akan dibentuk oleh Prabowo Subianto. Banyak yang berharap kabinet ini akan terdiri dari para profesional yang memiliki rekam jejak mumpuni di bidangnya (zaken kabinet). Namun, dua hari terakhir pasca pemanggilan calon menteri, wamen, dan pimpinan lembaga-lembaga negara, masyarakat mulai merasa kecewa. Pasalnya, yang terlihat bukanlah upaya membangun kabinet yang solid dan profesional, melainkan justru kabinet akomodasi politik untuk memuaskan kelompok-kelompok yang mendukungnya selama masa kampanye.

Apakah Prabowo akan memilih menteri-menteri berdasarkan kapabilitas atau sekadar memenuhi kepentingan politik? Jika kabinet yang dibentuknya hanya sekadar akomodasi politik, maka akan sulit untuk melihat adanya perubahan besar di masa depan.

Harapan Akan "Wow" yang Ditunggu

Pertanyaan besar yang kini ada di benak masyarakat: Mungkinkah ada "Wow" dari Prabowo Subianto untuk membawa perbaikan nyata bagi negeri ini? Apakah dia memiliki strategi jitu untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi, korupsi, penegakan hukum, dan kesenjangan sosial yang kini melanda Indonesia?

Dengan kondisi Indonesia yang kompleks dan penuh tantangan, kepemimpinan Prabowo diharapkan bisa membawa angin segar. Namun, apakah ekspektasi ini akan terpenuhi atau justru menjadi kekecewaan yang berkepanjangan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Yang jelas, masyarakat kini menunggu gebrakan besar—sebuah "Wow" yang benar-benar bisa mengubah keadaan.