Kebocoran Data NPWP: Bukti Krisis Keamanan Digital Indonesia? Apa yang Salah dengan Sistem Kita?

Hacker (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Kebocoran data yang melibatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kembali menghantam Indonesia, dan kali ini mencakup data sensitif dari sejumlah pejabat penting negara. Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi, dan mengingat tingginya frekuensi kasus serupa, kita patut bertanya: Mengapa sistem keamanan digital di Indonesia seolah-olah menjadi "sarang jebol" yang terus diincar oleh peretas? Apakah masalah ini akibat dari teknologi yang ketinggalan zaman atau lemahnya kebijakan keamanan yang diterapkan oleh institusi pemerintah?

Serangan Siber dan Kebocoran Data NPWP: Kelemahan Fatal Teknologi Keamanan Nasional Terbongkar!

Statistik Kebocoran Data di Indonesia: Tren yang Meningkat

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebocoran data pribadi di Indonesia telah menjadi masalah kronis. Berdasarkan laporan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia menghadapi lebih dari 1,6 miliar ancaman siber sepanjang tahun 2021, yang sebagian besar menargetkan sektor pemerintah dan layanan publik. Di antara insiden paling menghebohkan adalah bocornya data BPJS Kesehatan pada tahun 2020 yang melibatkan lebih dari 200 juta data pribadi.

AI Generatif dan Masa Depan Telekomunikasi: Bagaimana Automasi Akan Mengubah Industri di Tahun 2025

Kasus kebocoran NPWP terbaru hanya menambah panjang daftar bencana keamanan digital yang dialami Indonesia. Pertanyaannya sekarang, apa yang salah dengan sistem keamanan siber kita? Apakah teknologi yang digunakan sudah ketinggalan zaman, atau ada faktor lain yang membuat kita rentan terhadap serangan siber?

Teknologi Keamanan yang Ketinggalan Zaman

Investasi Teknologi Telekomunikasi 2025: Peluang Besar di Era AI Generatif dan Jaringan 5G

Banyak pakar keamanan siber menganggap bahwa salah satu akar masalah kebocoran data di Indonesia adalah penggunaan teknologi yang sudah usang. Sistem keamanan digital yang tidak diperbarui secara berkala cenderung memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh peretas. Teknologi yang ketinggalan zaman ini tidak dirancang untuk menangani serangan siber modern yang semakin canggih.

Menurut survei dari IDC Asia/Pacific, sebanyak 48% perusahaan di Indonesia masih menggunakan teknologi keamanan yang berusia lebih dari lima tahun, yang jelas tidak lagi memadai untuk menangani ancaman siber saat ini. Pemerintah Indonesia, sayangnya, juga kerap tertinggal dalam memperbarui infrastruktur teknologi yang digunakan untuk melindungi data publik.

Halaman Selanjutnya
img_title