IKI Agustus 2024 Stabil, Namun Pelemahan Produksi Ancam Pertumbuhan Industri

Febri Hendri Antoni Arif
Sumber :
  • Kementerian Perindustrian

Jakarta, WISATA - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Agustus 2024 menunjukkan stabilitas dengan tetap bertahan di level ekspansi 52,4, serupa dengan capaian pada bulan Juli 2024. Namun, hal ini tidak menutup kenyataan bahwa ada perlambatan signifikan dibandingkan dengan angka IKI bulan Agustus 2023 yang mencapai 53,22. Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menyatakan bahwa meskipun IKI stabil, ada beberapa indikator yang patut menjadi perhatian serius bagi pelaku industri di tanah air.

Kebijakan Proaktif Presiden Prabowo: Indonesia Siap Hadapi Tantangan Global

Salah satu faktor yang memengaruhi stabilitas IKI adalah kontribusi 20 subsektor industri yang mengalami ekspansi dan menyumbang 94,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Triwulan II 2024. Namun, stabilitas ini dibayangi oleh kenyataan bahwa variabel produksi masih mengalami kontraksi yang cukup dalam, turun 2,90 poin menjadi 46,54. Hal ini menunjukkan adanya penurunan produksi di sebagian besar sektor, sementara variabel pesanan baru dan persediaan produk justru meningkat.

Febri menekankan bahwa kondisi ini mencerminkan perusahaan yang masih menghabiskan stok untuk memenuhi pesanan tanpa adanya peningkatan produksi baru. Situasi ini terjadi hampir di seluruh subsektor, kecuali beberapa yang masih menunjukkan ekspansi seperti Industri Tekstil, Industri Kayu, dan Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan.

Ini Pesan Kunci Prabowo: Optimisme, Swasembada Pangan, dan Pemberantasan Korupsi

Di sisi lain, tiga subsektor yang mengalami kontraksi pada IKI bulan Agustus 2024 yaitu Industri Tekstil, Industri Kertas dan Barang dari Kertas, serta Industri Pengolahan Lainnya. Febri menjelaskan bahwa kontraksi ini disebabkan oleh ketidakmampuan produk dalam negeri bersaing dengan produk impor yang lebih murah, seiring dengan penurunan daya beli masyarakat yang mendorong konsumen memilih produk yang lebih ekonomis.

Selain itu, beberapa skema kerja sama internasional seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga dinilai lebih menguntungkan produsen luar negeri, yang berdampak negatif pada industri lokal. Hal ini diperparah dengan penurunan pesanan pada produk-produk tertentu seperti alat musik, bulu mata palsu, rambut palsu, dan ubin keramik di subsektor Industri Pengolahan Lainnya.

Wapres Ma’ruf Amin Serukan Kolaborasi ASEAN yang Lebih Erat di KTT ASEAN Laos

Perlambatan juga terjadi di subsektor Industri Minuman akibat rencana pemberlakuan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan. Sub-sektor Industri Elektronika dan Kosmetik pun turut merasakan dampaknya akibat maraknya produk impor yang beredar di pasar domestik, yang menyebabkan rendahnya tingkat utilisasi pabrik.

Faktor eksternal juga tidak bisa diabaikan, seperti pelemahan Purchasing Managers' Index (PMI) di negara-negara mitra utama seperti China, Amerika Serikat, dan India. Kenaikan harga gas dunia pada Agustus 2024, serta kondisi ekonomi China yang menghadapi peningkatan tingkat pengangguran dan risiko disinflasi, turut membayangi kinerja industri di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
img_title