Tren Wisata Alam dan Relaksasi di 2025: Cari Ketenangan di Tengah Hingar Dunia

Seseorang Menikmati JOMO, Retret Meditasi di Ubud Bali
Sumber :
  • Image Creator bing/Handoko

Tak ketinggalan, dataran tinggi seperti Lembang di Jawa Barat atau Tana Toraja di Sulawesi Selatan menawarkan udara sejuk yang sulit ditolak. Destinasi ini tidak hanya menarik wisatawan lokal, tetapi juga pelancong asing yang mulai kembali berdatangan pasca pemulihan pariwisata global. Keunggulan utama? Akses yang relatif mudah dan biaya yang terjangkau dibandingkan liburan ke luar negeri.

Curug Muncar: Surga Tersembunyi di Wisata Petungkriyono, Pekalongan

“Wisata Tidur”: Tren Baru yang Menggoda

Di samping wisata alam tradisional, ada angin segar yang mulai berhembus di dunia pariwisata: “wisata tidur”. Konsep ini mungkin terdengar sederhana—liburan untuk tidur dan istirahat—tapi justru itulah daya tariknya. Dalam prediksi tren pariwisata 2025, “sleep tourism” atau wisata tidur diproyeksikan menjadi besar, terutama di kalangan generasi yang lelah dengan gaya hidup serba cepat.

9 Obat Stoik untuk Mengobati Kecemasan dalam Dunia Modern

Apa itu wisata tidur? Bayangkan menginap di vila terpencil dengan kasur empuk, dikelilingi suara alam, tanpa gangguan sinyal atau kebisingan kota. Fokusnya bukan pada petualangan atau eksplorasi, melainkan pada kesehatan fisik dan mental melalui istirahat berkualitas. Beberapa hotel dan resor di dunia sudah mulai menawarkan paket khusus, seperti sesi meditasi sebelum tidur, aromaterapi, atau kamar dengan desain akustik untuk memaksimalkan kenyamanan.

Di Indonesia, meski belum banyak dibahas pada 1 Maret 2025 ini, beberapa tanda awal sudah terlihat. Misalnya, penginapan di Ubud, Bali, yang menawarkan retreat dengan yoga dan suasana pedesaan, mulai menarik perhatian wisatawan yang ingin “recharge”. Begitu pula dengan glamping (glamorous camping) di Ciwidey, Bandung, yang menggabungkan tenda mewah dengan pemandangan alam—cocok untuk tidur nyenyak sambil mendengar suara jangkrik.

Kita Menderita Lebih Banyak Karena Imajinasi daripada Realitas: Cara Stoik Menaklukkan Kecemasan

Mengapa Relaksasi Jadi Kebutuhan?

Tren wisata alam dan relaksasi ini tidak muncul begitu saja. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa tingkat stres global meningkat dalam dekade terakhir, termasuk di Indonesia. Pandemi yang lalu juga meninggalkan jejak: banyak orang kini lebih menghargai kesehatan mental dan waktu untuk diri sendiri. Wisata alam dan tidur jadi jawaban atas kebutuhan itu.

Halaman Selanjutnya
img_title