JOMO dan Stoicisme: Temukan Ketenangan di Tengah Hiruk Pikuk Hidup

JOMO Tren Wisata Baru Antitesis FOMO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Hidup di zaman modern yang serba cepat sering kali membuat kita lupa untuk mengambil jeda dan menikmati momen. Inilah mengapa Joy of Missing Out (JOMO) dan filosofi Stoicisme semakin populer. Kedua konsep ini menawarkan cara yang sederhana namun berdampak besar untuk mencapai kesehatan mental dan emosional.

JOMO dan Stoikisme: Solusi untuk "Brain Rot" dan Menemukan Ketenangan di Era Digital

JOMO adalah kebalikan dari FOMO (Fear of Missing Out), yang kerap membuat kita merasa gelisah jika tidak mengikuti tren atau kehilangan momen tertentu. Sebaliknya, JOMO mengajarkan kita untuk menikmati ketenangan dengan melepaskan tekanan sosial. Filosofi ini cocok dipadukan dengan Stoicisme, sebuah ajaran kuno dari Yunani yang mendorong manusia untuk menerima hal-hal di luar kendali kita dengan bijaksana.

Ketika kita mempraktikkan JOMO dan Stoicisme, keduanya saling melengkapi. JOMO mengajarkan kita untuk menikmati momen-momen kecil, sementara Stoicisme membantu kita memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam diri, bukan dari validasi eksternal.

Pesan Abadi Al-Ghazali: Fokus pada Diri Sendiri, Bukan Dosa Orang Lain

Banyak orang kini menggabungkan kedua pendekatan ini dengan aktivitas seperti forest bathing. Menyatu dengan alam, mendengarkan desau angin di pepohonan, dan menghirup udara segar dapat meningkatkan kesehatan mental. Studi dari Journal of Environmental Psychology menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di alam selama 20 menit dapat menurunkan kadar hormon stres hingga 20%.

Di tengah gaya hidup digital yang sibuk, JOMO dan Stoicisme memberikan solusi yang sangat relevan. Dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri dan menerima kehidupan apa adanya, Anda tidak hanya menemukan ketenangan tetapi juga membangun ketahanan mental yang lebih baik.

Membedah Perbedaan Konsepsi Kebahagiaan: Pandangan Aristoteles vs. Al-Ghazali