Seahenge Berusia 4.000 Tahun di Inggris, Ternyata Dibangun untuk Melawan Perubahan Iklim

Seahenge atau Holme I
Sumber :
  • Instagram/transversal.galery

Malang, WISATA – Sebuah penelitian baru-baru ini mengusulkan bahwa monumen prasejarah misterius yang dikenal sebagai Seahenge, ditemukan di Inggris, dibangun untuk ritual yang bertujuan memperpanjang musim panas selama perubahan iklim ekstrem pada milenium ke-3 SM. 

Sisa-sisa Teater Romawi ditemukan di Faversham, Inggris

Seahenge, juga dikenal sebagai Holme I, adalah monumen lingkaran kayu prasejarah yang ditemukan pada tahun 1998 di Pantai Holme di Norfolk, Inggris. Struktur misterius ini, yang dibangun pada tahun 2049 SM pada awal Zaman Perunggu, terdiri dari akar pohon terbalik yang dikelilingi oleh lima puluh lima batang pohon ek kecil yang terbelah membentuk pagar melingkar dengan diameter sekitar 22 kaki. 

Monumen ini awalnya terletak di kawasan rawa asin yang terlindung dari laut oleh bukit pasir dan dataran lumpur. Selama berabad-abad, gambut terbentuk di lingkungan rawa ini, sehingga kayu-kayunya terlindungi dari pembusukan. Pergeseran pasir mengekspos Seahenge, sehingga mendorong dilakukannya penggalian pada tahun 1999 meskipun ada protes dari para druid dan penduduk desa setempat. 

Penemuan Langka: Para Arkeolog Temukan Mata Panah Zaman Perunggu dari Besi Meteorit, di Swiss

Tujuan Seahenge telah lama diperdebatkan. Teori awal menyatakan bahwa tempat ini berfungsi sebagai tempat pemakaman di langit, di mana orang mati ditempatkan untuk dimakan oleh burung pemakan bangkai, atau sebagai penanda kematian seseorang. 

Namun, penelitian terbaru yang diterbitkan di GeoJournal oleh Dr. David Nance dari Universitas Aberdeen memberikan penjelasan berbeda. Nance berpendapat bahwa Seahenge, bersama dengan monumen di dekatnya yang dikenal sebagai Holme II, dibangun selama periode perubahan iklim ekstrem untuk ritual yang bertujuan memperpanjang musim panas dan mengakhiri cuaca dingin yang parah. 

Terobosan Arkeologi: Para Peneliti Menemukan Rumah Kuno di ‘Stonehenge’ Jerman

Penelitian Dr. Nance menempatkan Seahenge dalam konteks periode penurunan suhu atmosfer yang berkepanjangan dan musim dingin yang parah selama milenium ke-3 SM. Ia menjelaskan, “Penanggalan kayu-kayu Seahenge menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut ditebang pada musim semi dan kemungkinan besar kayu-kayu tersebut dianggap sejajar dengan matahari terbit pada titik balik matahari musim panas.” Penyelarasan ini menunjukkan bahwa Seahenge adalah bagian dari ritual yang dimaksudkan untuk memperpanjang musim panas dan memastikan kembalinya cuaca hangat. 

Dr Nance memanfaatkan cerita rakyat daerah, khususnya mitos burung kukuk terpendam. Menurut cerita rakyat, titik balik matahari musim panas menandai saat ketika burung kukuk, yang melambangkan kesuburan, berhenti bernyanyi dan kembali ke ‘dunia lain’, membawa serta musim panas. Bentuk monumen, dengan tunggul kayu ek terbalik di tengahnya, tampaknya meniru tempat tinggal burung kukuk pada musim dingin, seperti pohon berlubang atau “ujung dunia lain”. Ritual ini diingat dalam mitos di mana seekor burung kukuk yang belum dewasa ditempatkan di semak berduri untuk “ditembok”, yang secara simbolis memperpanjang musim panas, meskipun pada akhirnya burung tersebut selalu terbang menjauh. 

Halaman Selanjutnya
img_title