Makna Tersirat di Balik Bencana: Interpretasi Bait 14 Jangka Jayabaya

Raja Jayabaya
Sumber :
  • allthatsinteresting

Malang, WISATA - Bait 14 Jangka Jayabaya:

Patung Buddha berusia 1.000 Tahun dengan Detail Menakjubkan Ditemukan di Korea Utara

"Sirna ilang kertagama, hilang lenyap budayane, akeh wong kang tapa ing nguni, mati keluwen, akeh wong mati akeh kang lara."

Terjemahan:

Melestarikan Warisan Sastra Bugis: Upaya Modern Menjaga Cerita I La Galigo

"Hilang lenyap kitab kertagama, hilang budaya, banyak orang yang mati kelaparan, banyak yang mati dan banyak yang sakit."

Interpretasi:

Nilai Budaya dan Kepercayaan: Jejak Kearifan Lokal dalam I La Galigo

Bait 14 Jangka Jayabaya, yang dikaitkan dengan Raja Kediri Jayabaya, kerap diinterpretasikan sebagai ramalan tentang bencana dan kemunduran budaya. Mari kita kupas lebih dalam makna tersirat di balik bait tersebut.

Hilangnya Kertagama dan Budaya:

  • Kertagama:
    Kertagama adalah sebuah kitab kakawin (puisi Jawa Kuno) yang memuat catatan sejarah Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Hilangnya Kertagama bisa diartikan sebagai terputusnya dokumentasi sejarah dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
  • Hilang Lenyap Budayane: Hilangnya budaya bisa diinterpretasikan sebagai melemahnya nilai-nilai, tradisi, dan kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa.

Bencana dan Penderitaan:

  • Akeh Wong Kang Tapa ing Nguni:
    "Tapa ing nguni" secara harfiah berarti "mati kelaparan". Ini bisa diinterpretasikan sebagai bencana kelaparan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia.
  • Mati Keluwen, Akeh Wong Mati Akeh Kang Lara: "Mati keluwen" bisa diartikan sebagai kematian massal, sedangkan "akeh wong mati akeh kang lara" bisa diartikan sebagai banyaknya kematian dan penderitaan akibat penyakit.

Interpretasi Kontemporer:

Interpretasi bait 14 Jangka Jayabaya tidak bisa lepas dari konteks kekinian. Hilangnya Kertagama mungkin tidak selalu diartikan secara literal, melainkan sebagai peringatan untuk menjaga dan melestarikan budaya asli Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi.

Bencana dan penderitaan yang disebutkan bisa jadi bukan sekadar bencana alam, tetapi juga bisa dimaknai sebagai krisis sosial, ekonomi, atau kesehatan yang menyebabkan banyak orang menderita.

Pelajaran dari Jangka Jayabaya:

Jangka Jayabaya, alih-alih dimaknai sebagai ramalan yang pasti terjadi, sebaiknya dipahami sebagai pengingat dan nasihat. Berikut beberapa pelajaran yang dapat dipetik:

  • Pentingnya Melestarikan Budaya: Kita perlu menjaga dan melestarikan nilai-nilai, tradisi, dan kearifan lokal sebagai jati diri bangsa.
  • Kesadaran terhadap Bencana: Kita perlu waspada dan siap siaga menghadapi berbagai potensi bencana, baik alam maupun sosial.
  • Tanggung Jawab Kolektif: Membangun bangsa yang kuat dan tahan banting membutuhkan tanggung jawab bersama dari seluruh masyarakat.

Upaya Pelestarian Budaya dan Mitigasi Bencana:

  • Dokumentasi Budaya: Merekam dan mendokumentasikan budaya lisan, tradisi, dan kesenian daerah agar tidak punah.
  • Pendidikan Budaya: Menanamkan kecintaan dan kesadaran terhadap budaya Indonesia sejak dini.
  • Penanggulangan Bencana: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang mitigasi bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
  • Solidaritas Sosial: Memperkuat solidaritas sosial untuk saling membantu dan gotong royong menghadapi masa-masa sulit.

Jangka Jayabaya, khususnya bait 14, memberikan pesan moral untuk menjaga budaya dan mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sesama, bangsa Indonesia dapat melewati masa-masa sulit dan meraih masa depan yang lebih baik.