Aristoteles dan Konsep Realisme dalam Filsafat Barat: Akar Pemikiran Modern dari Sang Filsuf Yunani
- Image Creator Grok/Handoko
Konsep realisme Aristoteles juga diterima dan dikembangkan oleh para filsuf Muslim seperti Al-Farabi, Ibnu Sina (Avicenna), dan Ibnu Rusyd (Averroes). Mereka mengintegrasikan realisme Aristoteles ke dalam konteks Islam, menjadikannya fondasi filsafat Islam klasik yang rasional dan empiris.
Pemikiran ini kemudian menyebar ke Eropa melalui terjemahan karya-karya filsuf Muslim pada masa Renaisans, memengaruhi pemikir seperti Thomas Aquinas dan menjadi bagian integral dalam sistem filsafat skolastik.
Warisan Realisme di Era Modern
Konsep realisme Aristoteles masih relevan hingga kini. Dalam filsafat kontemporer, realisme terus menjadi arus utama yang memengaruhi sains, epistemologi, dan bahkan kecerdasan buatan. Gagasan bahwa dunia nyata dapat diketahui dan dijelaskan melalui rasionalitas masih menjadi dasar dari perkembangan teknologi dan pengetahuan.
Bahkan dalam pendidikan, pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) merupakan cerminan dari semangat realisme Aristotelian—belajar bukan hanya dari teori, tetapi dari praktik nyata.
Aristoteles, dengan konsep realisme-nya, telah memberikan fondasi intelektual bagi peradaban Barat dan dunia Islam. Pandangannya tentang realitas yang bisa dipahami, dijelaskan, dan dikelola secara rasional, menjadikan dirinya tokoh sentral dalam sejarah pemikiran manusia.
Ia tidak sekadar menjadi bayangan besar masa lalu, tetapi terus hidup dalam berbagai disiplin ilmu yang kita pelajari dan praktikkan hari ini