Socrates dan Seni Bertanya: Cara Menemukan Kebenaran Lewat Dialog
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah pemikiran manusia, Socrates dikenal bukan hanya sebagai filsuf besar dari Yunani Kuno, tetapi juga sebagai sosok yang mengubah cara manusia berpikir. Ia tidak menulis buku, tidak mendirikan sekolah formal, namun pengaruhnya meresap dalam seluruh fondasi filsafat Barat. Salah satu warisan terbesar Socrates adalah apa yang kini dikenal sebagai “Metode Socrates” — seni bertanya untuk menemukan kebenaran.
Di tengah dunia modern yang penuh dengan klaim kebenaran instan, Socrates mengajarkan pentingnya pertanyaan. Bagi Socrates, kebenaran bukanlah sesuatu yang bisa begitu saja diterima mentah-mentah. Ia harus digali, diuji, dan dipertanyakan lewat dialog yang jujur dan terbuka. Maka, bertanya bukan tanda kelemahan, melainkan keberanian untuk mencari pemahaman yang lebih dalam.
Apa Itu Metode Socrates?
Metode Socrates adalah pendekatan berpikir kritis yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk menguji keyakinan seseorang. Daripada memberi jawaban, Socrates lebih suka mengajukan pertanyaan balik kepada lawan bicaranya. Tujuannya bukan untuk mempermalukan, tetapi untuk mendorong mereka berpikir lebih jernih dan menyadari kontradiksi dalam pemikiran mereka sendiri.
Contohnya, jika seseorang mengatakan, “Keadilan adalah membantu teman dan menyakiti musuh,” maka Socrates akan bertanya, “Apakah seseorang tahu dengan pasti siapa temannya dan siapa musuhnya? Dan apakah menyakiti orang lain bisa disebut adil?”
Dengan cara ini, argumen yang tampaknya kuat bisa dikupas lapis demi lapis hingga ditemukan dasar pemikirannya — apakah benar, salah, atau perlu diperbaiki.
Dialog Sebagai Jalan Menuju Kebenaran
Socrates percaya bahwa dialog adalah sarana terbaik untuk belajar. Dalam dialog Socratic, dua orang atau lebih berbicara secara terbuka, tidak untuk menang, tetapi untuk memahami. Tujuannya bukan debat, tapi eksplorasi.
Filosofi ini menekankan bahwa manusia tidak harus selalu benar, tapi harus terbuka untuk mengakui jika ia salah. Dalam percakapan, Socrates seringkali berpura-pura “tidak tahu” (dikenal sebagai Socratic irony), agar lawan bicaranya merasa nyaman mengungkapkan pendapatnya. Namun perlahan, Socrates akan menunjukkan bahwa pemahaman orang tersebut belum sepenuhnya tepat — dan dari situlah proses belajar dimulai.
Seni Bertanya di Zaman Sekarang
Di era media sosial dan informasi serba cepat, metode Socrates justru terasa semakin relevan. Kita hidup dalam dunia di mana opini sering kali dikira sebagai kebenaran, dan banyak orang lebih tertarik menjadi "benar" daripada menjadi "berpikir". Dalam kondisi ini, kemampuan bertanya dengan cara yang cerdas dan terbuka menjadi sangat penting.
Socrates mengajarkan bahwa pertanyaan yang baik tidak hanya menggugah pikiran, tapi juga membuka hati. Pertanyaan bisa membuat seseorang menyadari bahwa ia belum sepenuhnya mengerti, dan dari situlah tumbuh rasa ingin tahu yang sehat. Di sinilah letak kebijaksanaan: bukan merasa tahu segalanya, tetapi sadar bahwa kita belum tahu banyak.
Socrates dan Pendidikan
Socrates melihat pendidikan bukan sebagai proses “menuangkan isi” ke dalam pikiran murid, melainkan menyalakan api pemikiran dalam diri mereka. Ia percaya bahwa kebenaran ada di dalam setiap manusia, dan tugas seorang guru adalah membantu “melahirkan” pemahaman itu — mirip seperti peran bidan, menurut perbandingan Socrates sendiri.
Salah satu kutipannya yang terkenal menyatakan:
“Pendidikan bukanlah mengisi bejana kosong, tetapi menyalakan api.”
Inilah esensi dari seni bertanya: membangkitkan kesadaran, bukan memberikan jawaban kaku. Dalam kelas, di forum diskusi, atau bahkan dalam pertemanan, bertanya secara bijak bisa membuka ruang untuk refleksi dan pertumbuhan.
Aplikasi Metode Socrates dalam Kehidupan Sehari-hari
Metode Socrates bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan kita:
1. Dalam komunikasi: Ketika berdiskusi dengan teman, pasangan, atau rekan kerja, gunakan pertanyaan untuk memahami lebih dalam, bukan untuk menyerang.
2. Dalam pengambilan keputusan: Tanyakan kepada diri sendiri: “Mengapa aku memilih ini? Apa nilai yang mendasari pilihanku?”
3. Dalam pendidikan: Guru dan dosen bisa mendorong siswa berpikir kritis, bukan hanya menghafal.
4. Dalam refleksi diri: Gunakan pertanyaan seperti “Apa yang sebenarnya aku cari dalam hidup ini?” atau “Apakah pilihanku sejauh ini mencerminkan nilai-nilai yang kupercaya?”
Mengapa Bertanya Itu Penting?
Bertanya menunjukkan bahwa kita bersedia belajar. Bertanya berarti kita tidak jumawa. Socrates adalah bukti bahwa orang yang paling bijak bukanlah yang punya banyak jawaban, tetapi yang paling tekun bertanya.
Ia bahkan berkata,
“Kebijaksanaan sejati datang saat kita menyadari betapa sedikitnya kita memahami hidup, diri kita sendiri, dan dunia di sekitar kita.”
Dalam tradisi ini, bertanya bukan sekadar metode retoris, tapi sikap hidup. Ini adalah cara untuk terus tumbuh sebagai manusia yang sadar, terbuka, dan tidak berhenti mencari kebenaran.
Penutup: Mewarisi Semangat Socrates
Hari ini, di tengah dunia yang dipenuhi suara bising, mungkin kita tidak butuh lebih banyak orang yang berbicara. Kita butuh lebih banyak orang yang bertanya. Bertanya dengan ketulusan, mendengarkan dengan perhatian, dan belajar dengan kerendahan hati.
Socrates telah menunjukkan jalannya: melalui dialog, kita bisa menggugah pikiran dan menumbuhkan jiwa. Melalui pertanyaan, kita bisa mendekati kebenaran. Dan melalui dialog yang jujur, kita bisa menjadi manusia yang lebih bijak.