Albert Camus: Kebaikan Sejati untuk Masa Depan Terletak pada Pengabdian Sepenuhnya di Masa Kini
- Cuplikan layar
Dalam konteks sosial dan politik, pemikiran ini dapat dijadikan prinsip dalam merancang kebijakan publik. Pemerintah yang sungguh-sungguh ingin mewujudkan kesejahteraan jangka panjang harus berinvestasi pada pelayanan publik hari ini—pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan perlindungan sosial. Jika kita menunda investasi ini dengan dalih menunggu stabilitas ekonomi atau perhitungan politik, maka kita sedang menyia-nyiakan masa depan.
Begitu juga dalam isu perubahan iklim. Dunia sering kali terjebak dalam retorika visi jangka panjang, tetapi enggan melakukan aksi nyata hari ini. Menanam pohon, mengurangi emisi karbon, melestarikan keanekaragaman hayati—semua tindakan ini adalah bentuk pemberian sepenuh hati untuk masa depan, tetapi hanya bisa dilakukan di masa kini.
Camus sendiri hidup pada masa yang penuh gejolak. Ia menyaksikan Perang Dunia, pendudukan Nazi di Prancis, dan berbagai ketegangan ideologis di Eropa. Namun, alih-alih pasrah atau memilih jalan apatis, ia menjadikan momen-momen itu sebagai panggung pengabdian bagi kemanusiaan. Melalui tulisannya, ia memberi inspirasi kepada dunia bahwa bahkan dalam masa tergelap sekalipun, manusia tetap memiliki pilihan untuk memberi, untuk peduli, untuk hadir.
Pada akhirnya, kutipan Camus ini adalah ajakan untuk mengubah cara pandang kita terhadap waktu. Ia meminta kita untuk lebih menghargai saat ini, untuk menjadikannya arena utama dalam memberi kontribusi, tidak peduli seberapa kecilnya. Karena dari tindakan kecil hari ini akan lahir perubahan besar di hari esok.
Mungkin kita tidak tahu apa yang akan terjadi tahun depan, bahkan besok. Tapi jika hari ini kita memilih untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, mencintai dengan sepenuh hati, dan berbuat baik tanpa pamrih, maka tanpa kita sadari kita sedang memberi hadiah terbaik kepada masa depan.
Seperti kata Camus, kebaikan sejati kepada masa depan terletak pada keberanian untuk memberikan segalanya kepada masa kini. Maka mari kita hadir secara utuh di hari ini—bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai bentuk keberanian tertinggi untuk tetap berharap, tetap berjuang, dan tetap mencintai hidup yang sering kali tak pasti ini.