Chrysippus: Kekayaan Bisa Dimiliki Orang Bodoh, tetapi Hanya Orang Bijak yang Memiliki Kebajikan
- Cuplikan Layar
“Kekayaan bisa dimiliki orang bodoh, tetapi hanya orang bijak yang memiliki kebajikan.”
— Chrysippus
Jakarta, WISATA - Dalam dunia yang semakin menilai keberhasilan dari angka-angka materi, kutipan dari filsuf Stoik besar Chrysippus ini terdengar seperti tamparan kesadaran: bahwa memiliki kekayaan bukan berarti memiliki nilai sejati, dan kebijaksanaan jauh lebih langka serta berharga daripada tumpukan uang.
Mengenal Chrysippus, Arsitek Logika dan Etika Stoik
Chrysippus (sekitar 280–207 SM) adalah filsuf Yunani yang dikenal sebagai tokoh paling berpengaruh dalam pengembangan filsafat Stoik. Ia menulis lebih dari 700 karya (meskipun banyak yang tidak bertahan), dan dianggap sebagai pelopor logika, etika, dan kosmologi dalam aliran Stoik.
Ajaran Stoik berfokus pada hidup selaras dengan alam dan akal budi, serta menekankan pentingnya kebajikan (virtue) sebagai satu-satunya kebaikan sejati. Bagi Chrysippus, nilai hidup seseorang tidak diukur dari harta, status, atau kekuasaan, tetapi dari karakter dan kebijaksanaan.
Kekayaan Bukan Ukuran Kebajikan
Di zaman sekarang, memiliki kekayaan sering kali dianggap sebagai simbol keberhasilan. Rumah besar, mobil mewah, saham, dan aset digital menjadi tolok ukur pencapaian hidup. Namun Chrysippus menyatakan bahwa:
“Kekayaan bisa dimiliki orang bodoh.”
Ini adalah pernyataan berani yang mengubah paradigma. Ia mengingatkan kita bahwa kekayaan bersifat eksternal, dapat diwariskan, dicuri, dimenangkan, bahkan didapatkan dengan cara licik atau kebetulan. Artinya, tidak diperlukan kebijaksanaan untuk menjadi kaya.
Sementara itu, kebajikan:
- Tidak bisa diwariskan atau dibeli.
- Harus dilatih dan diciptakan melalui pengalaman hidup.
- Merupakan hasil dari pilihan sadar untuk bertindak benar.
Perbedaan Mendasar antara Kekayaan dan Kebajikan
Aspek |
Kekayaan |
Kebajikan |
Sumber |
Eksternal: warisan, keberuntungan, pasar |
Internal: akal, nilai, prinsip |
Sifat |
Bisa hilang dalam sekejap |
Tidak bisa dirampas |
Kepemilikan |
Bisa dimiliki siapa saja |
Hanya dimiliki orang bijak |
Nilai sejati |
Relatif dan berubah |
Abadi dan tetap |
Tujuan akhir |
Kepuasan duniawi |
Kedamaian batin dan kehormatan diri |
Mengapa Hanya Orang Bijak yang Bisa Memiliki Kebajikan?
Menurut Chrysippus, kebajikan tidak bisa hadir tanpa kebijaksanaan. Orang bijak memahami:
1. Apa yang benar dan salah.
2. Kapan harus berbicara atau diam.
3. Bagaimana mengendalikan emosi dan hasrat.
4. Mengapa nilai moral lebih penting dari imbalan duniawi.
Sementara itu, orang yang hanya mengejar kekayaan bisa tersesat oleh:
- Keserakahan,
- Ketakutan kehilangan,
- Kecanduan status sosial,
- Atau perilaku culas yang mengorbankan etika.
Dengan kata lain, kekayaan tidak membutuhkan kebajikan untuk didapatkan, tapi kebajikan membutuhkan kebijaksanaan yang mendalam untuk tumbuh.
Contoh dalam Kehidupan Nyata
1. Orang Kaya yang Tidak Bijak
Ia memiliki uang berlimpah, tetapi memperlakukan pegawainya secara buruk, menghindari pajak, dan hidup dalam kekosongan moral. Ia mungkin sukses secara ekonomi, tetapi miskin dalam kehormatan dan kasih sayang.
2. Orang Sederhana yang Hidup Bijak
Ia mungkin hanya memiliki penghasilan cukup untuk hidup sehari-hari, namun ia jujur, disiplin, dan membantu sesama. Ia dihormati bukan karena hartanya, melainkan karena karakternya.
Ajaran Stoik: Jangan Menilai Hidup dari Kekayaan
Filsafat Stoik secara konsisten menekankan bahwa hal-hal eksternal seperti kekayaan, kesehatan, dan reputasi adalah "indiferen" — tidak baik atau buruk secara moral. Yang penting adalah bagaimana seseorang menghadapi dan menggunakan hal-hal tersebut.
Chrysippus ingin kita bertanya pada diri sendiri:
- Apakah aku menggunakan kekayaanku untuk tujuan mulia atau hanya untuk memuaskan ego?
- Jika semua kekayaanku hilang besok, apakah aku masih bisa mempertahankan harga diriku?
- Apakah aku mengejar kebijaksanaan sebagaimana aku mengejar keuntungan?
Membangun Kebajikan: Jalan Panjang Menuju Kehidupan yang Bernilai
Tidak seperti kekayaan yang bisa datang secara tiba-tiba, kebajikan adalah hasil dari latihan seumur hidup. Menjadi orang bijak berarti:
- Bersabar dalam menghadapi penderitaan.
- Jujur dalam situasi apa pun.
- Adil kepada semua orang, bahkan mereka yang tidak kita sukai.
- Mengendalikan hawa nafsu dan amarah.
Filsuf Stoik tidak memusuhi kekayaan. Mereka hanya menolak untuk menjadikan kekayaan sebagai tujuan utama hidup. Kekayaan hanyalah alat; yang penting adalah bagaimana kita menggunakannya dalam cahaya kebijaksanaan.
Relevansi dalam Dunia Modern
Di era startup, NFT, saham, dan gaya hidup instan, mudah bagi kita untuk terjebak dalam ilusi bahwa nilai kita ditentukan oleh saldo rekening atau merek baju yang kita kenakan. Namun Chrysippus tetap relevan karena:
- Dunia modern penuh godaan untuk menyimpang dari nilai-nilai kebajikan.
- Tekanan sosial mendorong kita mengejar pengakuan, bukan kebijaksanaan.
- Banyak yang kaya, tetapi sedikit yang bijak.
Kutipan Chrysippus adalah pengingat bahwa nilai tertinggi manusia tidak bisa dibeli. Nilai itu tumbuh dari keputusan untuk hidup benar, jujur, dan adil — bahkan ketika tidak ada yang menonton.
Jadilah Bijak, Bukan Hanya Kaya
Chrysippus, dengan kejernihan logikanya, mengajak kita kembali kepada esensi hidup yang bermakna. Ia tidak mengatakan bahwa kekayaan buruk, tetapi bahwa kekayaan tanpa kebijaksanaan adalah kosong dan rapuh.
Mari renungkan:
- Apakah kita sedang membangun kekayaan atau membangun karakter?
- Apakah kita lebih takut miskin harta atau miskin kebajikan?
- Apakah kita mau diingat sebagai orang kaya, atau sebagai orang bijak?
Dalam dunia yang gemerlap dan penuh sorotan, suara Chrysippus adalah panggilan untuk kembali pada hidup yang utuh, sederhana, dan bermakna. Karena pada akhirnya, yang tersisa bukanlah angka dalam rekening, tetapi warisan moral yang kita tinggalkan.