Massimo Pigliucci: “Keberanian Bukan Berarti Tidak Takut, Tetapi Bertindak Meski Ada Ketakutan”
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA - Dalam lanskap kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, rasa takut sering kali hadir sebagai respons alami terhadap tantangan yang belum kita kuasai. Namun, filsuf modern sekaligus pengusung Stoikisme kontemporer, Massimo Pigliucci, menegaskan dalam salah satu kutipan filosofisnya:
“Keberanian bukan berarti tidak takut, tetapi bertindak meski ada ketakutan.”
Pernyataan ini mencerminkan inti dari etika Stoik — bahwa nilai moral seseorang tidak ditentukan oleh perasaan yang tak terkendali, melainkan oleh pilihan sadar yang dilakukan dalam menghadapi realitas.
Keberanian dalam Lensa Stoikisme
Dalam buku terkenalnya How to Be a Stoic (2017), Pigliucci banyak membahas bagaimana filsafat bukan sekadar teori, tetapi seni menjalani hidup. Ia merujuk pada ajaran Epictetus dan Seneca yang menekankan bahwa keberanian bukan tentang menjadi tanpa rasa takut, tetapi tentang menempatkan rasa takut dalam perspektif yang sehat dan tetap bertindak sesuai dengan nilai-nilai.
Dalam Stoikisme, keberanian (andreia) adalah satu dari empat kebajikan utama, bersama dengan kebijaksanaan (sophia), keadilan (dikaiosyne), dan pengendalian diri (sophrosyne). Keberanian Stoik bukanlah heroisme impulsif, melainkan kemampuan untuk tetap konsisten dalam bertindak baik meski dihadang oleh rasa takut, penderitaan, atau ancaman.
Takut Adalah Manusiawi, Tapi Pilihan Ada di Tangan Kita
Massimo Pigliucci mengingatkan bahwa ketakutan tidak perlu ditekan atau disangkal, karena ia merupakan respons alami terhadap ancaman atau ketidakpastian. Namun, sebagai makhluk rasional, manusia memiliki kemampuan unik: memilih bagaimana merespons rasa takut itu.
Beberapa contoh nyata dari keberanian dalam praktik Stoik antara lain:
- Mengatakan kebenaran meski ada risiko sosial
- Tetap berpegang pada nilai integritas meski di bawah tekanan
- Melangkah keluar dari zona nyaman untuk hal yang lebih bermakna
- Memilih bertindak adil dalam sistem yang korup
Cara Stoik Melatih Keberanian
1. Premeditatio Malorum
Melatih diri membayangkan skenario terburuk untuk memperkecil kekuasaan rasa takut. Ketika skenario buruk tidak lagi mengagetkan, kita akan lebih siap untuk bertindak.
2. Klarifikasi Nilai
Tulislah nilai-nilai yang penting bagimu. Saat rasa takut muncul, tanyakan: "Apakah tindakan ini sejalan dengan nilainya?"
3. Bertindak dengan Niat, Bukan Emosi
Fokus pada apa yang benar untuk dilakukan, bukan pada apa yang membuat nyaman atau aman.
4. Jurnal Keberanian
Catat setiap kali kamu mengambil langkah berani, sekecil apa pun. Ini membantu membangun kepercayaan diri dan memperkuat kebiasaan bertindak dengan keberanian.
Belajar dari Sejarah Para Stoik
Pigliucci sering merujuk pada tokoh-tokoh Stoik klasik yang menunjukkan keberanian luar biasa:
- Socrates yang tetap mempertahankan prinsipnya bahkan saat diadili dan dihukum mati.
- Epictetus yang pernah menjadi budak, tetapi mengajarkan bahwa kebebasan sejati berasal dari kendali batin.
- Marcus Aurelius yang memimpin Kekaisaran Romawi di tengah perang dan wabah, namun tetap menulis refleksi mendalam tentang kendali diri dan kebaikan.
Pigliucci mengadaptasi semangat ini ke dalam konteks kehidupan modern — saat kita menghadapi tantangan sosial, tekanan pekerjaan, atau krisis eksistensial. Ketakutan tetap akan ada, tetapi keberanian tetap bisa diakses.
Penutup: Berani Bukan Berarti Takut Itu Hilang
Keberanian bukanlah soal menjadi kebal terhadap rasa takut, melainkan kemampuan untuk terus bergerak meski ketakutan hadir di dada. Massimo Pigliucci, dalam semangat Stoikisme yang mendalam namun praktis, mengajarkan bahwa tindakan yang konsisten terhadap nilai-nilai kebaikan adalah bentuk keberanian tertinggi.
Jadi, ketika rasa takut datang menghampiri, sambutlah sebagai kesempatan untuk melatih keberanian. Karena bukan keberanian yang membuat takut lenyap, tapi keberanianlah yang membuat kita mampu berjalan bersamanya tanpa menyerah.