Pierre Hadot: Setiap Individu Memiliki Potensi Menjadi Filsuf dalam Kehidupan Mereka Sendiri

Pierre Hadot
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Malang, WISATA – Di tengah kesibukan dan hiruk-pikuk dunia modern, sering kali filsafat dianggap sebagai disiplin eksklusif yang hanya dikuasai oleh para akademisi dan intelektual. Namun, Pierre Hadot—seorang filsuf besar Prancis—membalik pandangan itu dengan satu gagasan sederhana tetapi mengubah cara pandang manusia terhadap hidup: “Setiap individu memiliki potensi untuk menjadi filsuf dalam kehidupan mereka sendiri.”

Chrysippus: "Jangan Takut Akan Perubahan, Sebab Perubahan Adalah Bagian dari Alam Semesta yang Selalu Bergerak Maju"

Hadot percaya bahwa filsafat bukan semata-mata tentang membaca teks berat atau berdiskusi di ruang kuliah, melainkan tentang bagaimana seseorang menghayati hidupnya. Filsafat, menurutnya, adalah cara hidup. Gagasan ini kini menjadi semakin relevan, terutama bagi masyarakat yang mencari makna di tengah realitas yang sering kali penuh tekanan dan ketidakpastian.

Filsafat Sebagai Cara Hidup, Bukan Sekadar Teori

Chrysippus: Setiap Kesulitan adalah Ujian untuk Ketangguhan Pikiran; Hadapi dengan Kepala Dingin serta Hati yang Tabah

Pierre Hadot menekankan bahwa pada masa Yunani Kuno, filsafat adalah praktik eksistensial—sebuah jalan hidup. Para filsuf seperti Socrates, Epictetus, hingga Marcus Aurelius bukan hanya mengajarkan konsep, tetapi juga menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka yakini.

Dalam bukunya Philosophy as a Way of Life, Hadot menjelaskan bahwa siapa pun yang berusaha memahami diri, merenungkan tindakan, serta mencari makna dalam setiap kejadian, sedang menjalani praktik filosofis. Oleh karena itu, menjadi filsuf tidak harus berarti menjadi profesor, melainkan menjadi individu yang sadar dan jujur dalam menjalani hidup.

Chrysippus: "Rasionalitas adalah Cahaya yang Menuntun Langkah Kita di Tengah Kegelapan Nafsu"

Setiap Orang Bisa Menjadi Filsuf

“Setiap individu memiliki potensi untuk menjadi filsuf dalam kehidupan mereka sendiri,” kata Hadot. Ini adalah ajakan untuk menyadari bahwa setiap keputusan kecil, refleksi batin, bahkan pertanyaan sederhana seperti "Apa arti kebahagiaan bagiku?" adalah bentuk filsafat dalam praktik nyata.

Dalam kehidupan sehari-hari, menjadi filsuf bisa berarti memilih untuk bersikap tenang saat menghadapi masalah, memaafkan orang lain, atau memilih hidup sederhana demi ketenangan batin. Filsafat hadir dalam tindakan-tindakan kecil, bukan hanya dalam kutipan-kutipan hebat.

Latihan-Latihan Filosofis: Jalan Menuju Kesadaran Diri

Pierre Hadot menyusun berbagai latihan filsafat yang dapat dipraktikkan siapa saja, tanpa harus membaca teks-teks rumit. Beberapa latihan tersebut antara lain:

  • Refleksi harian: Mengulas kembali peristiwa hari ini dan mengevaluasi bagaimana kita meresponsnya.
  • Menghadapi ketakutan dan emosi dengan kesadaran: Melatih diri untuk tidak dikuasai oleh emosi.
  • Memento mori (ingat akan kematian): Menyadari bahwa hidup terbatas, sehingga setiap hari harus dijalani dengan makna.
  • Mengembangkan empati dan belas kasih: Melihat orang lain sebagai bagian dari kesatuan manusiawi yang sama.

Latihan-latihan ini bukan hanya mendalam, tetapi juga praktis dan aplikatif dalam kehidupan modern.

Konteks Modern: Filsafat sebagai Penawar Stres Kehidupan

Di era digital ini, ketika informasi mengalir tanpa henti dan ekspektasi sosial meningkat tajam, banyak individu mengalami krisis makna. Kesehatan mental menjadi isu besar, dan banyak yang merasa terjebak dalam rutinitas tanpa arah.

Di sinilah filsafat Hadot menjadi sangat relevan. Ia mengingatkan bahwa kita semua bisa mengambil jeda, merefleksikan hidup, dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Dengan cara itu, kita menjadi filsuf bagi diri kita sendiri—orang yang tidak hanya menjalani hidup, tetapi juga memahami dan mengarahkan hidupnya secara sadar.

Membumikan Filsafat di Tengah Masyarakat

Salah satu kekuatan pemikiran Pierre Hadot adalah kemampuannya menjembatani konsep-konsep filsafat klasik dengan kehidupan sehari-hari. Ia tidak menempatkan filsafat di menara gading, tetapi membawanya ke dapur rumah, ke jalanan kota, ke ruang kerja, bahkan ke ruang meditasi pribadi.

Di sekolah, siswa bisa diajak merenungkan makna keberhasilan dan kegagalan. Di kantor, karyawan bisa menggunakan prinsip filsafat untuk mengelola stres dan konflik. Dalam keluarga, anggota bisa lebih memahami satu sama lain melalui prinsip belas kasih dan introspeksi.

Dengan kata lain, setiap orang—dari pelajar, petani, pegawai, ibu rumah tangga, hingga pemimpin—bisa menjadi filsuf dalam peran hidupnya masing-masing.

Tantangan dan Harapan: Menjadikan Filsafat Bagian dari Budaya

Meski pemikiran Hadot sangat membumi, masih banyak masyarakat yang melihat filsafat sebagai sesuatu yang asing dan jauh dari kehidupan nyata. Tantangan terbesar adalah menjadikan filsafat sebagai bagian dari budaya populer—bukan hanya bahan diskusi, tetapi gaya hidup yang diterapkan.

Dukungan dari dunia pendidikan, media, dan komunitas sangat penting untuk memperkenalkan filsafat dalam bentuk yang ramah dan aplikatif. Seminar, pelatihan kesadaran diri, buku populer, bahkan konten media sosial bisa menjadi sarana untuk menyebarluaskan ajaran filsafat praktis Hadot.

Refleksi Akhir: Menjadi Filsuf untuk Hidup Lebih Baik

Mengikuti jejak pemikiran Pierre Hadot, kita tidak harus menunggu menjadi "ahli" untuk bisa menjadi filsuf. Kita hanya perlu mulai memperhatikan diri sendiri, bertanya, merenung, dan mencari cara untuk hidup dengan makna. Saat seseorang belajar menyikapi hidup dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, saat itulah ia telah menjadi filsuf dalam kehidupan pribadinya.

Filsafat, menurut Hadot, adalah seni menjalani hidup. Dan setiap orang memiliki potensi untuk menguasai seni ini. Pertanyaannya bukan lagi "Apakah saya bisa menjadi filsuf?", melainkan "Apakah saya bersedia menjalani hidup ini secara sadar dan bermakna?"