Seneca: Tak Ada yang Bisa Bertahan dari Penderitaan yang Terus-Menerus Jika Rasanya Tetap Sama Seperti Saat Awal Datang

Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Seneca mengajak kita untuk tidak takut pada penderitaan, karena rasa perih yang kita rasakan di awal tidak akan terus sama selamanya. Seiring waktu, rasa sakit mereda, dan manusia mulai menemukan kekuatan batinnya untuk bertahan.

Seneca: “Dia yang berdamai dengan kemiskinan adalah orang kaya sejati”

Adaptasi Emosional: Mekanisme Perlindungan Alami

Apa yang diungkapkan Seneca sebenarnya juga diamini oleh psikologi modern. Dalam ilmu psikologi, proses ini dikenal sebagai "hedonic adaptation", yakni kemampuan manusia untuk kembali ke titik keseimbangan emosional setelah peristiwa besar — baik yang menyenangkan maupun menyedihkan.

Seneca: “Kekayaan adalah budak bagi orang bijak. Namun menjadi tuan bagi orang bodoh”

Ketika penderitaan datang, otak dan jiwa bekerja sama untuk mengurangi intensitas emosi negatif, sehingga manusia bisa tetap hidup dan berfungsi. Inilah mengapa orang yang mengalami tragedi hebat bisa tetap tersenyum suatu hari nanti — bukan karena mereka melupakan, tapi karena mereka belajar berdamai.

Kesabaran: Kunci Bertahan dari Kesulitan

Ryan Holiday: Makna Hidup Ditemukan dalam Tindakan Sehari-hari, Bukan Sekadar Impian Besar

Seneca juga ingin menekankan pentingnya kesabaran dalam menghadapi penderitaan. Jika kita bisa bertahan melalui fase awal yang paling menyakitkan, maka selebihnya akan lebih bisa ditanggung. Dalam Stoikisme, ini disebut fortitudo — keberanian batin yang lahir dari ketenangan pikiran dan penerimaan realitas.

Kesabaran bukanlah pasrah. Ia adalah sikap aktif untuk tetap hidup dengan bijak di tengah badai. Ia percaya bahwa penderitaan, seberat apa pun, akan menjadi lebih ringan seiring waktu, selama kita tidak menyerah pada keputusasaan.

Halaman Selanjutnya
img_title