Epictetus: “Tuhan Telah Mempercayakan Diriku kepada Diriku Sendiri”

Epictetus Filsuf Stoik
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

“God has entrusted me with myself.”
Epictetus

Socrates Bongkar Kunci Kebahagiaan Sejati: “Berhentilah Mengejar yang Tak Kamu Miliki, Nikmatilah Apa yang Sudah Ada”

Jakarta, WISATA - Dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian dan godaan untuk menyalahkan keadaan, kutipan Epictetus ini menjadi pengingat mendalam tentang tanggung jawab personal. Bagi filsuf Stoik, hidup bukan sekadar tentang menavigasi dunia luar, melainkan bagaimana kita mengelola dunia dalam—pikiran, emosi, dan tindakan kita sendiri. Ungkapan “Tuhan telah mempercayakan diriku kepada diriku sendiri” adalah deklarasi kemandirian spiritual dan moral yang sangat kuat.

Tanggung Jawab Diri: Hadiah Sekaligus Tugas

Bukan Harta, Tapi Hati: Socrates Ungkap Siapa Orang Paling Kaya di Dunia!

Epictetus mengajarkan bahwa manusia diberikan kebebasan batin yang tak dapat diganggu oleh kekuatan luar. Meskipun tubuh kita bisa disakiti dan harta kita dirampas, jiwa dan pilihan moral kita tetap milik kita sepenuhnya. Inilah yang membuat manusia mulia: kemampuannya untuk menentukan reaksi dan sikap terhadap apa pun yang terjadi.

Ketika Epictetus berkata bahwa Tuhan mempercayakan dirinya kepada dirinya sendiri, ia menekankan bahwa tidak ada yang lebih penting daripada menjaga integritas batin dan keselarasan jiwa. Kita diberi kepercayaan untuk menjadi penjaga diri kita sendiri, bukan untuk diabaikan, melainkan untuk dirawat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Socrates Bongkar Rahasia Kebahagiaan Sejati: Bukan Soal Harta, Tapi Soal Siapa Dirimu Sebenarnya!

Hidup Bukan Tentang Kontrol, Melainkan Pilihan

Dalam filosofi Stoik, tidak semua hal bisa kita kendalikan—cuaca, pendapat orang, kesehatan, bahkan hidup dan mati. Tapi satu hal yang pasti bisa kita kendalikan adalah sikap kita. Maka, tugas manusia bukan untuk menguasai dunia, tetapi untuk menguasai dirinya sendiri.

Dengan menyadari bahwa Tuhan telah mempercayakan diri ini kepada kita, kita akan berpikir dua kali sebelum membiarkan emosi liar menguasai, atau keputusan impulsif merusak hidup. Kita belajar untuk berhenti menyalahkan orang lain, keadaan, bahkan nasib. Sebaliknya, kita mengambil alih kendali atas bagaimana kita berpikir, berbicara, dan bertindak.

Mengasuh Diri Seperti Menjaga Amanah

Jika hidup ini adalah sebuah amanah dari Tuhan, maka sudah sepantasnya kita menjaganya dengan penuh hormat. Menjaga tubuh dari kerusakan, menjaga pikiran dari keraguan yang melemahkan, dan menjaga hati dari kebencian dan ketamakan. Dalam konteks modern, ini bisa diterjemahkan menjadi gaya hidup sehat, disiplin dalam pekerjaan, etika dalam pergaulan, dan introspeksi yang berkelanjutan.

Dengan begitu, hidup kita tidak menjadi reaktif dan tak terarah, melainkan dijalani dengan kesadaran dan keteguhan moral. Kita menjadi pribadi yang stabil, tenang, dan bijaksana—karena kita sadar siapa pemilik dan penjaga sejati dari hidup kita: kita sendiri.

Membangun Kehidupan yang Berakar pada Nilai

Orang-orang yang benar-benar menghayati pesan Epictetus ini akan hidup berdasarkan prinsip, bukan impuls. Mereka tidak mudah tergoda oleh popularitas sesaat atau keuntungan jangka pendek. Mereka memiliki kompas moral yang jelas karena tahu bahwa pada akhirnya, yang harus mereka pertanggungjawabkan bukanlah penilaian orang, tetapi suara hati dan kepercayaan ilahi yang telah diberikan pada mereka.

Menjalani hidup seperti ini bukan berarti mudah. Tapi justru dalam perjuangan menjaga diri sendiri inilah, kebebasan dan kebahagiaan sejati bisa ditemukan.

Penutup: Amanah Ilahi yang Tak Ternilai

Kalimat Epictetus ini adalah undangan untuk hidup secara sadar, bertanggung jawab, dan penuh hormat terhadap karunia terbesar yang telah kita terima: kehidupan itu sendiri. Tuhan telah mempercayakan kita kepada diri kita sendiri. Maka, rawatlah diri ini sebagaimana Anda merawat sesuatu yang sangat berharga. Jadilah penjaga yang bijaksana atas jiwa Anda sendiri.