Marcus Aurelius: Bersyukurlah Atas Dirimu, Jangan Takut pada Kematian dan Jangan Merindukannya
- Cuplikan layar
Dalam era media sosial, di mana setiap orang membagikan versi terbaik dirinya, tekanan untuk terus berubah dan ‘naik kelas’ menjadi sangat kuat. Banyak orang merasa tidak cukup kurus, tidak cukup kaya, tidak cukup sukses. Ini melahirkan budaya perbandingan yang membuat banyak jiwa lelah secara emosional.
“Filosofi Marcus Aurelius menjadi sangat relevan karena mengajarkan kita untuk keluar dari lingkaran setan itu,” ujar Sari Damayanti, seorang psikolog klinis di Jakarta. Menurutnya, menerima diri bukan berarti berhenti bermimpi, tetapi menyadari bahwa kita tidak perlu membenci diri sendiri untuk bertumbuh.
“Banyak klien saya yang mengalami kecemasan berlebihan karena merasa selalu tertinggal dari orang lain. Padahal jika mereka belajar bersyukur atas kemajuan kecil yang mereka raih, hidup akan jauh lebih damai,” kata Sari.
Tentang Kematian: Jangan Ditakuti, Jangan Diharapkan
Bagian kedua dari kutipan Marcus Aurelius berbicara tentang sikap terhadap kematian. Ia menyarankan agar kita tidak takut akan hari terakhir, tetapi juga tidak merindukannya. Ini adalah bentuk keseimbangan emosional yang menjadi dasar dari ajaran Stoik: hidup sepenuhnya tanpa menjadi budak ketakutan atau keputusasaan.
“Kematian adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Tapi menghabiskan waktu dengan rasa takut akan kematian hanya akan mencuri kebahagiaan dari hari ini,” ujar Yosua Adi, penggiat komunitas Stoik Indonesia.
Ia mengatakan bahwa Stoikisme mengajarkan kita untuk mengingat kematian (memento mori) bukan untuk menjadi muram, tetapi untuk menghargai hidup dengan lebih dalam. “Saat kita tidak takut mati, kita akan hidup dengan lebih berani dan jujur,” tegasnya.