Epictetus: Bukan Apa yang Terjadi, Tapi Bagaimana Kita Merespons yang Terpenting

Epictetus
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA Dalam perjalanan hidup, kita semua pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan kejadian yang tak selalu menyenangkan. Ada yang datang tiba-tiba, ada pula yang perlahan-lahan menggoyahkan ketenangan kita. Namun, menurut filsuf Stoik terkenal Epictetus, hal terpenting bukanlah apa yang terjadi kepada kita, melainkan bagaimana kita merespons peristiwa tersebut.

Seneca: Hidup Bijaksana adalah Hidup dalam Batas Kebutuhan

It’s not what happens to you, but how you react to it that matters.” – itulah kutipan terkenal dari Epictetus yang hingga hari ini masih relevan, bahkan di tengah dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan.

Belajar dari Filsuf Stoik Kuno

Mengapa Ajaran Marcus Aurelius Semakin Populer di Dunia Modern?

Epictetus adalah salah satu tokoh besar dalam filosofi Stoik, sebuah aliran pemikiran dari Yunani Kuno yang mengajarkan ketenangan batin, kebajikan, dan pengendalian diri. Ia bukan bangsawan atau orang kaya; justru sebaliknya, ia dilahirkan sebagai budak. Namun keterbatasan itu tak menghalanginya untuk menjadi pemikir besar dan guru kebijaksanaan yang dihormati di seluruh dunia hingga hari ini.

Bagi Epictetus, kehidupan bukan soal apa yang bisa kita kendalikan di luar, melainkan tentang bagaimana kita menyikapi keadaan dari dalam diri. Kita mungkin tidak bisa mencegah datangnya sakit, kehilangan, kegagalan, atau pengkhianatan. Tapi kita selalu punya pilihan untuk meresponsnya dengan sikap bijak, sabar, dan penuh penerimaan.

Cara Stoik Menghadapi Masalah Hidup: Pelajaran dari Marcus Aurelius

Respon Adalah Pilihan

Dalam pandangan Stoik, manusia memiliki dua wilayah dalam hidup: hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Cuaca, perkataan orang lain, keputusan atasan, atau kondisi politik, semuanya di luar kuasa kita. Tapi sikap, pemikiran, dan tindakan kita sendiri—itulah yang sepenuhnya berada dalam kendali kita.

Ketika kita memilih untuk marah, kecewa, atau panik terhadap suatu keadaan, sebenarnya kita sedang menyerahkan kekuasaan batin kita kepada hal-hal luar. Sebaliknya, ketika kita menanggapi dengan kepala dingin dan keteguhan hati, kita sedang menunjukkan bahwa jiwa kita tetap merdeka, meskipun keadaan di luar tidak ideal.

Mengapa Ini Penting di Zaman Sekarang?

Kehidupan modern menghadirkan tekanan yang sangat besar. Informasi datang dari segala arah, media sosial sering menjadi sumber stres, dan ekspektasi dari masyarakat semakin tinggi. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan untuk merespons dengan tenang dan rasional menjadi keterampilan hidup yang sangat berharga.

Bayangkan seseorang kehilangan pekerjaannya. Ia bisa memilih untuk larut dalam keputusasaan, menyalahkan keadaan, dan kehilangan semangat. Tapi ia juga bisa memilih untuk melihatnya sebagai peluang memulai sesuatu yang baru, mengembangkan keterampilan, atau bahkan mengevaluasi kembali tujuan hidupnya.

Epictetus mengajarkan bahwa tanggapan kita terhadap peristiwa adalah penentu nilai sesungguhnya dari pengalaman tersebut. Bukan karena kejadian itu baik atau buruk, melainkan karena kita bisa mengubahnya menjadi pelajaran atau bahkan berkah tersembunyi.

Latihan Mengendalikan Respon

Untuk mulai menerapkan ajaran Epictetus, berikut beberapa langkah sederhana:

1.     Sadari bahwa kamu punya pilihan
Ketika suatu kejadian buruk terjadi, berhentilah sejenak sebelum bereaksi. Ingatkan diri bahwa kamu bisa memilih tanggapan yang bijak.

2.     Pisahkan fakta dan interpretasi
Misalnya, “Saya tidak diterima kerja” adalah fakta. Tapi “Saya gagal dan tidak berharga” adalah interpretasi. Jangan biarkan emosi langsung mengambil alih narasi.

3.     Latih pikiran setiap hari
Seperti otot, ketenangan dan kesabaran juga perlu dilatih. Meditasi, jurnal harian, atau membaca filsafat dapat membantu memperkuat ketahanan mental.

4.     Terima yang tak bisa diubah, ubah yang bisa diterima
Fokuslah pada apa yang bisa kamu ubah: sikap, reaksi, usaha. Sisanya, biarkan berlalu dengan tenang.

Penutup: Jalan Menuju Keteguhan Batin

Epictetus mengingatkan kita bahwa kekuatan terbesar manusia bukanlah pada kekuasaan, kekayaan, atau pengetahuan, tapi pada kendali atas dirinya sendiri. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, kita selalu punya kendali atas satu hal: cara kita merespons.

“Bukan apa yang terjadi padamu, tapi bagaimana kamu bereaksi terhadapnya yang terpenting.” Kalimat ini bukan sekadar kutipan bijak, tapi fondasi dari hidup yang damai, tangguh, dan bermakna. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang menghindari badai, tapi belajar menari di tengah hujan.