Epictetus: Rintangan Boleh Menghambat Tubuh, Tapi Tidak Kehendak

Epictetus
Sumber :
  • Cuplikan layar

Ajaran ini bukan hanya berlaku di masa Yunani Kuno. Di zaman modern, banyak tokoh yang hidup dengan keterbatasan fisik tetapi menunjukkan kekuatan kehendak luar biasa. Nama-nama seperti Stephen Hawking, Nick Vujicic, hingga atlet paralimpiade adalah contoh nyata bahwa keterbatasan fisik tidak membatasi kebesaran jiwa.

Epictetus: Bayangkan Karakter Ideal yang Patut Diteladani, Baik di Hadapan Publik Maupun Saat Sendiri

Dalam konteks masyarakat biasa, seseorang yang kehilangan pekerjaan, menghadapi penyakit, atau gagal dalam usaha, tetap bisa memilih untuk bersikap sabar, gigih, dan terus berusaha. Karena pada akhirnya, sikap kitalah yang membentuk siapa diri kita, bukan kondisi fisik atau keadaan eksternal.

Mengembalikan Kendali ke Dalam Diri

Epictetus: Kebohongan Itu Mudah, Tapi Tetap Tidak Bermoral

Filosofi Stoik mengajarkan bahwa hal-hal di luar diri kita tidak sepenuhnya bisa dikendalikan. Namun, kita memiliki kekuasaan penuh atas kehendak, reaksi, dan pilihan kita. Saat kita memusatkan perhatian ke dalam—alih-alih menyalahkan keadaan luar—maka kita mengambil kembali kendali atas hidup kita.

Epictetus menekankan bahwa penderitaan yang kita rasakan bukan berasal dari peristiwa itu sendiri, tapi dari cara kita memandangnya. Bila kita melatih diri untuk melihat penderitaan sebagai latihan, tantangan, atau bagian dari takdir yang harus dijalani dengan tabah, maka kita menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah goyah.

Epictetus: Buku Adalah Alat Latih, Bukan Akhir dari Pemikiran

Menolak Jadi Korban

Salah satu pesan penting dari kutipan ini adalah dorongan untuk tidak menjadi korban keadaan. Kita bisa menderita tanpa merasa teraniaya. Kita bisa menghadapi kesulitan tanpa merasa tak berdaya. Kunci utamanya adalah kesadaran bahwa kita masih punya kehendak, dan kehendak itu tidak bisa dirampas—kecuali kita sendiri yang menyerahkannya.

Halaman Selanjutnya
img_title