Warisan Abadi Yunani-Romawi: Menelusuri Intisari Filsafat dari Karya Frederick Copleston
- Cuplikan layar
Berbeda dari anggapan umum, Epicurus bukan mengajarkan hedonisme liar, tetapi justru membimbing manusia untuk menemukan kenikmatan sejati dalam hidup yang sederhana, jauh dari ambisi berlebihan dan kegelisahan digital.
Dalam dunia modern yang dihantui oleh FOMO (fear of missing out), ajaran Epicurus justru menjadi penyejuk: kebahagiaan tidak ditemukan dalam tumpukan notifikasi, tetapi dalam relasi yang tulus dan kesadaran diri.
Aristoteles dan Keseimbangan Etika
Aristoteles membangun filsafat tentang eudaimonia—kehidupan yang penuh makna—melalui keseimbangan antara logika, etika, dan praktik hidup. Konsep golden mean (jalan tengah) dari Aristoteles menunjukkan bahwa kebajikan bukan soal ekstrem, melainkan kemampuan memilih sikap yang tepat, pada waktu yang tepat.
Ketika dunia digital menggiring kita ke arah ekstrem—baik dalam konsumsi informasi, respons emosional, hingga perilaku sosial—ajaran Aristoteles menjadi sangat penting untuk memulihkan keharmonisan batin.
Dari Roma Menuju Dunia Digital: Melampaui Waktu dan Ruang
Bangsa Romawi bukan hanya mewarisi filsafat Yunani, tetapi juga menyederhanakan dan menerapkannya dalam kehidupan bernegara, berpolitik, dan bermasyarakat. Tokoh seperti Seneca, Cicero, dan Marcus Aurelius adalah contoh bagaimana pemikiran dapat menjadi prinsip hidup seorang pemimpin. Mereka membuktikan bahwa kebijaksanaan bukan milik ruang kelas, tapi juga milik ruang publik dan ruang pengambilan keputusan.