Filsafat di Masa Kekaisaran Roma: Dari Praktis Menuju Transenden

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA — Ketika kekuasaan Kekaisaran Roma mencapai puncaknya, dengan jalan-jalan dibangun dari Britannia hingga Mesir dan legiun menguasai tiga benua, filsafat tidak lenyap di tengah hiruk-pikuk politik dan militer. Sebaliknya, ia berkembang dengan warna baru: dari filsafat yang praktis dan etis menuju pencarian makna yang lebih dalam dan transenden.

Kisah Tragis Akhir Hayat Seneca: Dibunuh oleh Kekuasaan yang Pernah Ia Dukung

Filsafat di masa Kekaisaran Roma mencerminkan semangat zamannya — menghadapi krisis identitas, kekuasaan yang absolut, serta keresahan spiritual masyarakat yang hidup di bawah bayang-bayang kekaisaran dan perubahan zaman. Para filsuf Roma tidak hanya meneruskan warisan Yunani, tetapi juga menyesuaikannya dengan kenyataan hidup yang keras dan kompleks.

Dari Yunani ke Roma: Filsafat Menyebrang Benua

Mengapa Seneca Lebih Relevan dari Motivator Zaman Sekarang? Ini Alasannya!

Sejak awal, pemikiran Yunani menjadi dasar dari perkembangan intelektual di Roma. Namun, orang Romawi cenderung bersikap praktis, dan filsafat pun diarahkan untuk menjawab persoalan-persoalan nyata kehidupan, bukan hanya berspekulasi tentang dunia ide atau hakikat semesta.

Filsafat mulai mengakar kuat di Roma pada abad ke-2 SM, ketika para pemuda bangsawan belajar di Yunani dan membawa pulang pemikiran Stoa, Epikureanisme, Skeptisisme, bahkan Platonisme. Dalam konteks kekaisaran, filsafat pun menempuh transformasi: dari alat pendidikan elite menjadi jalan hidup para pemikir dan pencari kebenaran.

Ingin Hidup Lebih Tenang? Berhentilah Bereaksi Terhadap Hal yang Tak Bisa Kamu Kendalikan

Stoisisme: Keteguhan Jiwa di Tengah Kekuasaan

Salah satu aliran filsafat yang paling berpengaruh di Roma adalah Stoisisme, terutama ajaran yang diwariskan oleh Epiktetos, Seneca, dan Marcus Aurelius.

Halaman Selanjutnya
img_title