Pierre Hadot vs. Marcus Aurelius: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Keduanya?
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah derasnya arus zaman modern, di mana tekanan emosional, ketidakpastian, dan dinamika kehidupan kian kompleks, banyak dari kita mencari inspirasi dan panduan untuk menjalani hidup dengan bijaksana. Dua tokoh yang tampaknya berasal dari era berbeda namun memiliki pesan yang serupa adalah Pierre Hadot, seorang filsuf Prancis modern yang menghidupkan kembali ajaran filsafat kuno, dan Marcus Aurelius, kaisar Romawi sekaligus filsuf Stoik yang karyanya telah melintasi batas waktu. Meskipun hidup di zaman yang berbeda, keduanya menyuguhkan pelajaran penting tentang bagaimana menghadapi tantangan hidup, mengendalikan emosi, dan menemukan makna yang lebih mendalam dalam keberadaan manusia. Artikel ini akan mengupas perbandingan antara pemikiran Pierre Hadot dan Marcus Aurelius serta apa yang bisa kita pelajari dari kedua tokoh besar ini.
Menggali Jejak Pemikiran Pierre Hadot
Pierre Hadot (1922–2010) dikenal sebagai seorang sejarawan filsafat yang mengubah paradigma mengenai filsafat kuno. Dalam karya monumentalnya, Philosophy as a Way of Life, Hadot menegaskan bahwa filsafat bukan sekadar kumpulan teori abstrak, melainkan latihan hidup yang harus dipraktikkan secara nyata. Bagi Hadot, para filsuf kuno, termasuk para Stoik, tidak hanya menyampaikan ide-ide tentang moralitas dan kebajikan, tetapi juga menunjukkan cara untuk mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari melalui latihan mental dan spiritual. Dengan pendekatan ini, Hadot mengajak setiap individu untuk melihat filsafat sebagai alat yang dapat membawa ketenangan batin dan mengarahkan kehidupan ke arah yang lebih bermakna.
Hadot menekankan pentingnya refleksi diri, meditasi, dan latihan mental sebagai bagian integral dari praktik filsafat. Baginya, setiap orang memiliki potensi untuk menjadi "filosof" dalam kehidupannya sendiri jika mampu menerapkan nilai-nilai kebajikan dan pengendalian emosi. Pesan Hadot sangat relevan di era modern, di mana laju kehidupan yang serba cepat dan distraksi digital seringkali membuat kita lupa untuk merenung dan mengevaluasi diri. Dengan demikian, ajaran Hadot tidak hanya mengajak kita untuk belajar dari teks-teks kuno, tetapi juga menginspirasi untuk mengimplementasikan filsafat dalam kehidupan nyata.
Marcus Aurelius: Kaisar dan Filsuf Stoik
Marcus Aurelius (121–180 M) adalah salah satu kaisar Romawi yang paling terkenal karena karyanya, Meditations. Meskipun berada di puncak kekuasaan dan menghadapi beban tanggung jawab sebagai pemimpin, Marcus Aurelius tetap menunjukkan kerendahan hati dan ketenangan melalui pemikiran Stoiknya. Karyanya merupakan catatan pribadi yang penuh dengan renungan tentang bagaimana menghadapi hidup, mengelola emosi, dan menjalani hari-hari dengan kesadaran penuh akan kefanaan dunia.
Sebagai seorang Stoik, Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kebahagiaan dan ketenangan batin tidak ditentukan oleh peristiwa eksternal, melainkan oleh cara kita merespons dan mengelola pikiran kita sendiri. Ia menekankan pentingnya menerima hal-hal yang tidak berada dalam kendali kita dan fokus pada tindakan yang dapat mengubah diri kita sendiri. Dengan kata lain, bagi Marcus Aurelius, kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk tetap tenang dan bijaksana di tengah badai kehidupan.