Peran Anak-anak dalam Seni Gua Paleolitik: Pencipta, Murid atau Mediator

Ilustrasi Manusia Purba Menemani Anaknya Melukis
Sumber :
  • Instagram/miszelk.a

Malang, WISATA – Sebuah penelitian terkini dari Universitas Tel Aviv telah mengajukan hipotesis baru mengenai keberadaan anak-anak di situs seni gua prasejarah. Sebelumnya, para ilmuwan percaya bahwa anak-anak menemani orang dewasa ke gua-gua dalam untuk mempelajari tradisi budaya. Namun menurut tim arkeolog, anak-anak ini dapat memainkan peran yang lebih spiritual sebagai mediator antara alam manusia dan alam gaib.

WASPADA HMPV: Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Menkes Bilang: Mirip Flu Biasa, Tidak Perlu Panik

Catatan arkeologi menyimpan bukti keberadaan anak-anak berusia dua tahun di kedalaman gua yang berliku-liku, yang penuh dengan seni prasejarah. Dr. Ella Assaf, Dr. Yafit Kedar dan Prof. Ran Barkai dari Universitas Tel Aviv, yang penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal Arts, menunjukkan keberadaan jejak kaki anak-anak, jejak tangan dan bahkan lukisan jari di samping jejak tangan dan jejak kaki orang dewasa di gua-gua di seluruh Eropa, terutama di Prancis dan Spanyol. Hal ini terlihat di situs-situs seperti Gua Basura di Italia, tempat jejak kaki berusia 14.000 tahun dari sedikitnya dua anak ditemukan jauh di dalam gua dan Gua Rouffignac di Prancis, tempat seorang anak berusia di bawah lima tahun tampaknya telah menggambar sebagian dari lukisan antelop saiga.

Temuan-temuan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Mengapa anak-anak kecil dibawa ke lingkungan yang berbahaya dan kekurangan oksigen seperti itu? Memasuki gua-gua ini berarti merangkak melalui ruang-ruang sempit, menuruni terowongan, dan bertahan dalam kegelapan yang hampir total. Penjelasan konvensional adalah bahwa pengalaman-pengalaman ini merupakan bagian dari proses pendidikan, yang memungkinkan anak-anak untuk belajar tentang seni dan budaya komunitas mereka. Namun, para peneliti di Universitas Tel Aviv memberikan penjelasan lain.

Mengapa Anak-anak Merupakan Pembelajar yang Cepat?

Menurut penelitian ini, banyak masyarakat kuno memandang gua sebagai portal suci menuju dunia bawah. Tempat-tempat dalam ini dianggap sebagai lokasi ritual perdukunan, tempat manusia purba mencoba berkomunikasi dengan entitas kosmik atau roh leluhur mereka. Dalam hal ini, anak-anak dipandang sebagai makhluk liminal, entitas yang melintasi batas antara dunia manusia dan dunia spiritual.

“Banyak budaya adat di seluruh dunia, sepanjang sejarah dan prasejarah, memandang anak-anak sebagai ‘agen aktif’—mediator antara dunia ini dan entitas penghuni alam, alam baka dan kosmos secara keseluruhan,” jelas Dr. Assaf.

Socrates: "Cinta adalah Tangga yang Membawa Kita dari Dunia Fisik Menuju Dunia Spiritual"

Menurut para peneliti, praktik serupa diikuti oleh masyarakat adat di Australia, budaya San di Gurun Kalahari dan di antara peradaban Maya dan Inca, di mana anak-anak merupakan bagian integral dari ritual komunikasi spiritual.

Teori ini sejalan dengan bukti dari masyarakat adat tempat anak-anak ikut serta dalam pencarian penglihatan, upacara penyembuhan trans dan ritual kedewasaan. Dalam beberapa tradisi, mereka dianggap memiliki kemampuan alami untuk memahami dan berinteraksi dengan kekuatan spiritual lebih mudah daripada orang dewasa.

Halaman Selanjutnya
img_title