Ibnu Rusyd dan Aristoteles: Dari Tradisi Islam hingga Kebangkitan Sains Barat

Aristoteles dan Ibnu Rusyd (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Bagi Ibnu Rusyd, tidak ada pertentangan antara agama dan filsafat. Ia menulis bahwa wahyu dan akal adalah dua jalan yang saling melengkapi dalam memahami kebenaran. Hal ini ia jelaskan dalam karyanya yang terkenal, Tahafut al-Tahafut (Kerancuan Kerancuan), sebagai tanggapan terhadap kritik Al-Ghazali terhadap filsafat.

Lokasi Medan Perang Granicus Milik Alexander Agung Akhirnya Teridentifikasi

Selain itu, Ibnu Rusyd menulis komentar-komentar mendalam tentang berbagai karya Aristoteles, seperti Metafisika, Etika Nikomachean, dan Fisika. Karya-karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani, yang kemudian menjadi dasar filsafat skolastik di Eropa.

Peran Dunia Islam dalam Melestarikan Warisan Aristoteles

“Semua Manusia Secara Alami Ingin Mengetahui": Landasan Pengetahuan dari Aristoteles hingga Filsuf Muslim

Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, Baitul Hikmah di Baghdad menjadi pusat penerjemahan dan penelitian. Para ilmuwan Muslim, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina, mempelajari dan mengembangkan karya-karya Aristoteles. Mereka tidak hanya menerjemahkan, tetapi juga memberikan interpretasi baru yang relevan dengan konteks keilmuan dan keagamaan Islam.

Ibnu Rusyd, meskipun hidup pada masa Dinasti Almohad di Spanyol, melanjutkan tradisi ini. Ia menjadi simbol dari bagaimana dunia Islam menghormati akal sebagai alat untuk memahami wahyu dan dunia.

Al-Kindi: Cahaya Kebenaran dan Jalan Logika dalam Filsafat Islam

Pengaruh Ibnu Rusyd terhadap Kebangkitan Sains Barat

Ketika Eropa memasuki abad ke-12, kebangkitan intelektual dimulai dengan upaya penerjemahan teks-teks Arab ke dalam bahasa Latin. Proses ini berlangsung di kota-kota seperti Toledo dan Cordoba, yang menjadi jembatan antara dunia Islam dan Eropa.

Halaman Selanjutnya
img_title