Membedah Perbedaan Konsepsi Kebahagiaan: Pandangan Aristoteles vs. Al-Ghazali
- Image Creator Bing/Handoko
Jakarta, WISATA - Kebahagiaan, sebuah konsep universal yang selalu menjadi tujuan manusia, memiliki banyak interpretasi tergantung pada latar belakang budaya, filosofi, dan kepercayaan seseorang. Dua tokoh besar dalam sejarah, Aristoteles dari Yunani dan Al-Ghazali dari dunia Islam, menawarkan perspektif yang menarik namun berbeda tentang kebahagiaan. Artikel ini akan membahas pandangan mereka, perbedaan utama, dan relevansinya dalam kehidupan modern.
Aristoteles: Kebahagiaan sebagai Eudaimonia
Aristoteles, filsuf Yunani kuno, mendefinisikan kebahagiaan dengan konsep eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai "kehidupan yang baik" atau "kehidupan penuh makna." Menurutnya, kebahagiaan bukan hanya soal perasaan senang, melainkan pencapaian tujuan hidup melalui kebajikan (virtue) dan pemenuhan potensi manusia.
Aristoteles percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang rasional dan bermoral. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan adalah hasil dari tindakan yang konsisten dengan kebajikan, seperti keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan. Bagi Aristoteles, kebahagiaan adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak tergantung pada keberuntungan atau materi semata.
Dalam konteks modern, pandangan Aristoteles ini sering dihubungkan dengan konsep self-actualization atau aktualisasi diri, seperti yang dijelaskan oleh psikolog Abraham Maslow. Data dari World Happiness Report 2023 menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggi, seperti Finlandia dan Denmark, cenderung memiliki penduduk yang lebih bahagia. Hal ini sejalan dengan ide Aristoteles bahwa kebahagiaan memerlukan pendidikan dan pengembangan diri.
Al-Ghazali: Kebahagiaan sebagai Kedamaian Spiritual
Berbeda dengan Aristoteles, Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf besar dari Persia, mendefinisikan kebahagiaan sebagai kedamaian spiritual yang hanya bisa dicapai melalui hubungan yang erat dengan Tuhan. Dalam karya terkenalnya, Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), Al-Ghazali menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari pemurnian jiwa dan pengabdian total kepada Tuhan.