ITS Surabaya: Tinjau Kenaikan Tarif PPN dari Sisi Akademisi
- its.ac.id
Surabaya, WISATA – Per 1 Januari 2025, pemerintah akan menaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Keputusan ini berdasarkan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan 2021 lalu.
Rencana dan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tersebut telah memicu berbagai reaksi mengkhawatirkan dari masyarakat Indonesia. Menanggapi fenomena tersebut, Dr Ir Arman Hakim Nasution M. Eng, dosen Departemen manajemen Bisnis ITS memberi pandangannya dalam sisi akademisi.
Menurut Arman, dampak dari kenaikan PPN ini secara langsung memengaruhi roda perekonomian Indonesia. Tentunya dampak tersebut menyebabkan masyarakat harus membeli barang pokok maupun strategis lainnya dengan harga yang relatif lebih tinggi. Dengan kenaikkan PPN ini, dapat diprediksikan nantinya daya beli masyarakat Indonesia akan menurun drastis.
Dengan berlakunya PPN 12 persen tersebut juga dapat memicu adanya inflasi di masa mendatang. Ketika masyarakat dan pelaku usaha memperkirakan harga akan terus naik, mereka akan cenderung menaikkan harga jual produknya lebih awal, sehingga mempercepat terjadinya inflasi di Indonesia.
Selain sektor ekonomi masyarakat, rantai pasok industri juga akan mengalami perubahan yang signifikan. Dengan meningkatnya biaya produksi yang digunakan, banyak perusahaan teknologi yang kesulitan meningkatkan kapasitas produksi sehingga menghambat laju inovasi di sektor teknologi industri.
Oleh karena itu, Arman menyoroti pentingnya kajian akademik sebelum menentukan kebijakan. Hal itu dikarenakan kajian tersebut dapat digunakan sebagai pembanding pada setiap alternatif kebijakan lainnya. Dengan begitu efektivitas dampak positif maupun negatif dari setiap kebijakan dapat diukur dari jangka pendek hingga panjang.
Menurut dosen dengan keahlian di bidang manajemen strategis dan simulasi bisnis tersebut, peran akademisi sangat dibutuhkan dalam menentukan kebijakan yang menyangkut masa depan Indonesia. Dengan melakukan simulasi dinamik dan analisis mendalam, akademisi dapat memberikan ukuran dampak dari kebijakan secara kuantitatif.