Ibnu Sina dan Aristoteles: Membuka Jalan Baru dalam Filsafat dan Kedokteran
- Image Creator Bing/Handoko
Sebagai filsuf, Ibnu Sina memandang filsafat sebagai alat untuk memahami realitas, termasuk hubungan antara Tuhan, alam semesta, dan manusia. Dalam karya utamanya, Kitab Al-Syifa (The Book of Healing), ia mengintegrasikan pemikiran Aristoteles dengan pandangan teologis Islam, menciptakan sintesis yang mengesankan antara logika, metafisika, dan ilmu pengetahuan.
Logika Aristoteles dalam Pemikiran Ibnu Sina
Logika Aristoteles menjadi dasar pendekatan Ibnu Sina dalam memahami realitas. Dalam pandangannya, logika adalah alat untuk membedakan kebenaran dari kesalahan, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Ibnu Sina tidak hanya menerjemahkan logika Aristoteles tetapi juga mengembangkan konsepnya lebih lanjut. Ia memperkenalkan gagasan tentang burhan (demonstrasi) sebagai metode ilmiah untuk membuktikan kebenaran, yang kemudian menjadi landasan penting dalam tradisi ilmiah dunia Islam.
Metafisika: Dari Esensi ke Eksistensi
Dalam metafisika, Ibnu Sina mengembangkan konsep Aristoteles tentang esensi (ousia) dan eksistensi. Ia memperkenalkan istilah Wujud Wajib (Necessary Existence) untuk menjelaskan Tuhan sebagai entitas yang eksistensinya tidak tergantung pada apa pun.
Pandangan ini memperkuat argumen kosmologis tentang keberadaan Tuhan dan menjadi fondasi bagi banyak filsuf Muslim lainnya, termasuk Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Konsep ini juga menjadi jembatan antara filsafat Yunani dan teologi Islam, memungkinkan dialog intelektual yang lebih luas.