Layaknya Narkoba, YOLO, FOMO, dan FOPO Dapat Menghancurkan Masa Depan Generasi Muda

YOLO, FOMO, FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Di era digital yang serba cepat dan penuh tekanan sosial, ada ancaman baru yang mengintai generasi muda. Bukan dalam bentuk zat berbahaya seperti narkoba, melainkan gaya hidup yang tak kalah merusak: YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinions). Fenomena ini kian marak di tengah meningkatnya penggunaan media sosial, dan jika dibiarkan, dapat menghancurkan masa depan generasi muda.

Cara Stoikisme Mengusir Stres: Panduan Praktis dari Donald Robertson dan Jonas Salzgeber

Gaya Hidup YOLO: Bahaya Kenikmatan Sesaat

YOLO, atau prinsip hidup "hidup hanya sekali", pada awalnya terdengar seperti motivasi untuk menikmati hidup. Namun, di kalangan generasi muda, YOLO sering kali disalahartikan sebagai pembenaran untuk keputusan impulsif yang tidak memperhitungkan konsekuensi jangka panjang.

Forest Bathing, Stoicisme, dan Etnaprana: Gabungkan Ketenangan Alam, Kesehatan Mental dalam Wisata JOMO

Sebagai contoh, generasi muda yang terjangkit YOLO mungkin menghabiskan uang mereka pada hal-hal yang tidak perlu, seperti barang mewah atau perjalanan eksotis, tanpa mempertimbangkan kondisi finansial mereka di masa depan. Keputusan ini mungkin terlihat menyenangkan saat ini, tetapi lambat laun akan menyebabkan mereka terjebak dalam masalah keuangan yang sulit diatasi. Sama seperti narkoba, YOLO memberikan kesenangan sementara namun dampaknya jangka panjang dapat menghancurkan.

FOMO: Kecemasan Sosial yang Merusak Mental

Menghidupkan Stoikisme untuk Generasi Millennial: Dari Zeno hingga Sharon Lebell

Sementara YOLO mendorong gaya hidup impulsif, FOMO atau ketakutan akan ketinggalan momen adalah kecemasan yang sering muncul dari tekanan sosial dan media. Generasi muda kerap merasa bahwa mereka harus terus terhubung dengan apa yang sedang terjadi, entah itu tren, acara, atau aktivitas sosial. Jika mereka merasa ketinggalan, kecemasan dan perasaan rendah diri pun menghantui.

Penggunaan media sosial yang terus menerus memperburuk kondisi ini. Seseorang yang terpengaruh oleh FOMO akan selalu merasa perlu untuk memposting, mengikuti tren terbaru, atau sekadar menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari sesuatu yang sedang viral. Akibatnya, produktivitas menurun, dan fokus pada hal-hal penting seperti pendidikan dan pengembangan diri menjadi terlupakan. Sama seperti kecanduan, FOMO memicu siklus yang tak ada habisnya, yang bisa menguras emosi dan mental seseorang.

Halaman Selanjutnya
img_title