Plato: “Jarang Sekali Aku Menjumpai Ahli Matematika yang Mampu Bernalar” — Sebuah Tafsir tentang Logika dan Realitas
- Image Creator/Handoko
"I have hardly ever known a mathematician who was capable of reasoning." — Plato
Jakarta, WISATA - Pernyataan ini datang dari salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah, Plato, dan kerap menimbulkan perdebatan: benarkah ahli matematika tidak mampu bernalar? Bagi sebagian orang, pernyataan ini tampak kontradiktif—bagaimana mungkin matematika yang begitu logis justru dituduh gagal dalam penalaran? Namun, jika kita telaah lebih dalam, pernyataan Plato bukanlah ejekan, melainkan kritik filosofis yang tajam terhadap bagaimana manusia memperlakukan logika, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan.
Artikel ini akan membawa pembaca menelusuri maksud di balik kutipan tersebut, membahas keterkaitan antara matematika, logika, dan filsafat, serta mengevaluasi kembali posisi ilmu eksakta dalam membentuk peradaban modern, khususnya dalam konteks Indonesia.
Memahami Konteks: Plato dan Pandangan Filosofis terhadap Matematika
Plato sangat mengagumi matematika. Bahkan, di depan Akademi-nya tertulis, "Tidak seorang pun boleh masuk jika tidak menguasai geometri." Namun, ketika ia mengatakan bahwa para ahli matematika jarang mampu bernalar, maksudnya bukan untuk merendahkan ilmu itu sendiri, melainkan untuk mengkritik para pelakunya yang terlalu terjebak dalam rumus dan simbol, sehingga melupakan hakikat berpikir kritis dan filsafat.
Menurut Plato, penalaran sejati bukan hanya tentang memecahkan soal atau menghitung angka. Penalaran adalah kemampuan untuk memahami kebenaran yang lebih dalam, melihat hubungan antar ide, dan mempertanyakan asumsi dasar. Ia khawatir bahwa terlalu banyak orang terpaku pada metode teknis dan kehilangan esensi berpikir reflektif.
Matematika: Sains Eksakta yang Terlalu Kaku?