Generas FOMO: Takut Kehilangan Momen pada Milenial dan Gen Z, Ketergantungan pada Media Sosial
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA – Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi salah satu alasan utama di balik kecanduan media sosial di kalangan milenial dan Gen Z. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, perasaan takut tertinggal atau ketinggalan informasi terbaru membuat generasi muda terjebak dalam siklus penggunaan media sosial yang berlebihan. Ketergantungan ini tidak hanya mempengaruhi keseharian mereka, tetapi juga kesehatan mental secara keseluruhan.
Apa Itu FOMO?
FOMO adalah istilah yang merujuk pada perasaan cemas dan gelisah yang dialami seseorang ketika merasa bahwa mereka kehilangan momen atau informasi penting yang terjadi di lingkungan sosial mereka, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Dalam konteks media sosial, FOMO muncul ketika seseorang melihat orang lain sedang melakukan aktivitas menarik, seperti bepergian, menghadiri acara penting, atau sekadar mendapatkan perhatian di platform seperti Instagram, TikTok, atau Twitter.
Generasi milenial dan Gen Z sangat rentan terhadap FOMO karena mereka tumbuh di era di mana media sosial menjadi platform utama untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman. Mereka selalu ingin "terlibat" dalam setiap momen penting yang terjadi di sekitar mereka, membuat mereka terjebak dalam siklus yang tidak sehat.
Dampak FOMO pada Kesehatan Mental
Perasaan takut tertinggal atau ketinggalan momen ini memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental generasi muda. Banyak anak muda yang merasa cemas, stres, dan bahkan depresi ketika mereka tidak dapat ikut serta dalam tren atau momen yang viral di media sosial. FOMO mendorong mereka untuk selalu terhubung dengan media sosial sepanjang waktu, bahkan jika itu berarti mengorbankan waktu istirahat atau produktivitas.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami FOMO lebih mungkin mengalami kecemasan sosial, merasa rendah diri, dan cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain. Perbandingan sosial yang konstan ini dapat mengikis rasa percaya diri dan membuat seseorang merasa bahwa hidup mereka tidak sebaik orang lain, meskipun apa yang ditampilkan di media sosial sering kali hanyalah gambaran yang diseleksi dengan hati-hati.